PLN Siap Gelontorkan US$ 700 Miliar untuk Program Transisi Energi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN akan menggelontorkan dana hingga US$ 700 miliar untuk mendukung transisi energi dalam mencapai net zero emission (NZE) pada 2060. Alokasi terbesar investasi ini ialah untuk pembangkit.  

Executive Vice President Transisi Energi dan Keberlanjutan PT PLN, Kamia Handayani menjelaskan, investasi US$ 700 miliar ini detailnya sudah ada karena disesuaikan dengan modeling yang akan dilakukan PLN. 

“Alokasi dari US$ 700 miliar paling besar untuk investasi pembangkit,” jelasnya dalam acara di Hotel Kempinski Jakarta, Senin (22/5). 


Kamia menjelaskan, biaya paling besar untuk transisi energi di pembangkit lantaran PLN beralih dari pembangkit yang tinggi emisi (high carbon generation) menjadi yang pembangkit beremisi rendah (low carbon generation) dengan bauran energi baru terbarukan (EBT). 

Baca Juga: PLN Sebut Pensiun Dini PLTU Tergantung Dukungan Pendanaan Internasional

Selain untuk pembangkit, investasi US$ 700 miliar tersebut juga akan dialokasikan untuk transmisi pendistribusian listrik. 

Melansir catatan Kontan.co.id sebelumnya, Vice President Transisi Energi dan Perubahan Iklim, PLN, Anindita Satria Surya memaparkan, PLN terus menerapkan inisiatif transisi energi untuk mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan peningkatan kapabilitas internal dan teknologi yang didukung oleh inovasi, kebijakan dan keuangan. 

Anindita menegaskan, pelaksanaan program dedieselisasi atau konversi pembangkit listrik tenaga disel (PLTD) menjadi strategi peningkatan bauran energi, khususnya energi surya dalam sistem kelistrikan. 

“Terdapat beberapa strategi PLN untuk melakukan integrasi energi terbarukan, di antaranya dalam jangka pendek mencapai RUPTL (2021-2030) dengan sekitar 4,7 GW atau 22% berasal dari PLTS,” ujar Anindita dalam webinar Kamis (8/3). 

Dalam pemaparannya, energi terbarukan lainnya yang akan dikembangkan untuk mencapai RUPTL di antaranya adalah PLTA (44%) dan PLTP (16%). Selain itu, pihaknya akan melakukan, dedieselisasi, pensiun dini batubara, co-firing biomassa.

Kemudian, dalam jangka panjang untuk mencapai NZE (2031-2060), langkah yang akan dilakukan di antaranya mendorong penyimpanan listrik berbasis baterai dan interkoneksi, serta co-firing hidrogen.

Di sisi pengembangan teknologi dan ekosistem, PLN akan berfokus untuk di antaranya PLTS, dan kendaraan listrik. 

Baca Juga: Permintaan Listrik Hijau Meningkat, PLN Sedang Proses Revisi RUPTL 2021-2030

“Sebagai gambaran, di awal kita membangun sistem yang kuat yakni pembangkit baseload, membangun transmisi yang kuat serta dibarengi dengan penguatan penggunaan energi terbarukan, termasuk PLTS. Di akhir periode 2035, PLTS sebagian besar sudah masuk ke sistem kita,” ujarnya.

Anindita menekankan, PLTS bisa menjadi salah satu solusi untuk menambah bauran energi, namun harus dilihat pula kesiapan infrastruktur, terutama baterai untuk mengurangi sifat intermiten. Misalnya saja, belum ada baterai untuk mendukung adanya PLTS di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Tidak hanya PLTS atap, PLN juga berupaya untuk memanfaatkan potensi PLTS terapung. Sebagai bagian dari dukungan pelaksanaan kegiatan G20 Presidensi Indonesia, terdapat 100 kWp PLTS terapung yang telah dibangun di Waduk Muara, Nusa Dua, Bali. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi