PLN tambah utang untuk proyek 35.000 MW



JAKARTA. Beban utang PT PLN tampaknya bakal semakin bertambah. Bahkan, Perusahaan pelat merah tersebut berencana menambah utang dalam bentuk valuta asing sekitar US$ 28,1 miliar plus EUR 1,65 miliar untuk pembiayaan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW).

Agung Murdifi, Manager Senior Public Relations PLN mengatakan, untuk pendanaan proyek 35 gigawatt (GW) ini pihaknya akan mengandalkan pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. "Pembiayaan bukan hanya diperlukan pembangunan pembangkit, namun kami perlu penadaan untuk pembangunan jaringan transmisi maupun gardu induk," kata dia, Senin (16/5).

Rencananya, dalam megaproyek 35.000 MW terdiri dari proyek pembangunan 291 pembangkit, 75.000 set tower transmisi sepanjang 46.000 kilometer, serta 1.375 gardu induk. Total investasi untuk pembangunan tersebut US$ 72,9 miliar, di luar biaya pengadaan tanah, bunga konstruksi dan pajak.


Rencananya, sebanyak US$ 28,1 miliar plus EUR 1,65 miliar akan diperoleh dari pembiayaan luar negeri, sedangkan sisanya berasal dari pembiayaan dalam negeri serta modal korporasi baik PLN maupun kalangan swasta atawa independent power producer (IPP). "Saya belum mengetahui pasti rincian pinjaman dari PLN sendiri atau yang dari IPP," ujar Agung.

Sofyan Basir, Direktur Utama PLN mengatakan, telah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 4/2016 terkait penunjukkan PLN sebagai pelaksana proyek ketenagalistrikan tentunya memberi kemudahan bagi perusahaannya dalam memperoleh pinjaman. Sebab, pihaknya berhak mendapatkan fasilitas penjaminan dari pemerintah.

Untuk pinjaman dari perbankan dalam negeri, rencananya PLN akan memanfaatkan pinjaman sebesar 10% hingga 20% dari total kredit yang ada sekitar Rp 400 triliun. "Karena ada goverment guarantee, mereka akan lebih aman kalau meminjamkan ke PLN," ujar dia.

Sedangkan untuk rencana utang luar negeri, Sofyan menambahkan, pihaknya akan menggandeng delapan lembaga baik bilateral maupun multilateral untuk pembiayaan luar negeri. Yakni, World Bank dengan potensi nilai pinjaman US$ 3,27 miliar, Asian Development Bank (ADB) senilai US$ 4,05 miliar, serta Japan International Cooperation Agency (JICA) sebanyak US$ 5 miliar.

Selain itu, PLN juga akan bekerja sama dengan Bank Pembangunan Jerman atawa Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) untuk pinjaman dengan total EUR 1,35 miliar. Kemudian, dari Agence Francaise de Development (AFD) senilai EUR 300 juta, China Eximbank sebesar US$ 5 miliar, China Development Bank (CDB) sejumlah US$ 10 miliar, serta dari Islamic Development Bank (IDB) US$ 300 juta.

Sofyan optimistis, rencana pembiayaan luar negeri ini akan berjalan lancar dengan fasilitas kemudahan dari pemerintah. Selain itu, pihaknya juga telah merampungkan revaluasi aset sehingga meningkatkan ekuitas sekaligus dapat meningkatan pinjaman hingga Rp 1.700 triliun.

Namun, Sofyan tidak menjelaskan secara detail pinjaman mana saja yang sudah masuk tahapan komitmen pembiayaan di tahun ini. "Beberapa negara seperti di China kan sedabng lesu, jadi di sana banyak uang menganggur dan mereka akan bisa berbondong-bondong ke Indonesia," ujar dia.

Sementara, Wismana Adisuryabrata, Deputi Bidang Pendanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, selain lewat skema pinjaman langsung, pembangunan listrik oleh PLN juga ada yang melalui skema penerusan pinjaman atawa subsidiary loan agreement (SLA). "Pinjaman ini akan dilakukan melalui goverment to goverment yang proyeknya ditetapkan dalam Blue Book 2015-2019," ujar dia.

Rencananya, dalam Blue Book tersebut ada 10 proyek yang akan didanai lewat utang luar negeri dengan nilai total US$ 4,9 miliar. Antara lain, pembangunan PLTU Indramasy 1.000 MW dengan rencana pinjaman US$ 1,84 miliar, interkoneksi Jawa-Sumatera tahap III dan IV senilai US$ 933 juta, serta pembangunan PLTA Matenggeng Jawa Tengah senilai US$ 500 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan