KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan akan ada tambahan kapasitas pembangkit baru sekitar 2.500 Megawatt (MW) di sepanjang tahun 2019. Tambahan tersebut menjadi bagian dari realisasi megaproyek 35.000 MW. Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama PLN Djoko Rahardjo Abumanan menyampaikan, sekitar 2.300 MW akan berasal dari pembangkit berbahan bakar batubara. Sementara sisanya adalah pembangkit dari energi terbarukan. "Tambahannya sekitar 2.500-an MW, khususnya dari beberapa (pembangkit batubara) yang ada di Jawa dan juga
reneweble," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (1/7).
Djoko menerangkan, pembangkit-pembangkit dengan kapasitas besar baru akan mulai beroperasi pada periode Semester II ini. Djoko menyebut beberapa pembangkit yang akan segera beroperasi, seperti PLTU Cilacap
Extention II dengan kapasitas 1.000 MW. Pembangkit dengan teknologi super ultra
critical tersebut rencananya akan masuk ke sistem PLN pada September 2019. Alhasil, sepanjang paruh pertama tahun ini, tambahan setrum yang sudah beroperasi baru dengan kapasitas mini. Berdasarkan data yang diperoleh Kontan.co.id sebelumnya, sepanjang Kuartal I-2019 pembangkit yang sudah beroperasi komersial atau
commercial operation date (COD) serta yang telah mengantongi Sertifikat Laik Operasi (SLO) baru sebesar 141,53 MW. Adapun, berdasarkan data PLN, hingga Mei 2019 jumlah pembangkit yang sudah menyandang COD/SLO baru mencapai 3.617,1 MW. Jumlah itu baru setara dengan sekitar 10% dari total proyek 35.000 MW. Sementara sebanyak 20.119,2 MW atau 57% masih dalam tahap konstruksi, dan sebesar 9.515,1 MW (27%) sudah berkontrak namun belum kontruksi. Secara total, proyek yang sudah terkontrak dan menjalankan
power purchase agreement (PPA) sebesar 33.251,4 MW. Alhasil, sebanyak 1.453 MW (4%) masih dalam proses pengadaan, dan 734 MW (2%) baru dalam tahap perencanaan. Djoko menjelaskan, realisasi yang terlihat masih mini lantaran pembangkit-pembangkit jumbo baru mulai beroperasi pada tahun 2019 ini. Djoko bilang, pembangkit berkapasitas besar tersebut setidaknya membutuhkan waktu pengerjaan antara 3-4 tahun sejak megaproyek 35.000 MW mulai digencarkan pada tahun 2016. "Saat 2016 proyek 35.000 MW mulai gong, baru mulai konstruksi. Itu kan karena (kapasitas pembangkit) yang gede itu butuh waktu sampai 3-4 tahun, masuknya mulai 2019" jelas Djoko.
Sedangkan sebagai strategi untuk menutupi defisit listrik pada sistem PLN, maka diperlukan tambahan pembangkit yang bisa beroperasi dengan segera. "Jadi (yang sekarang sudah beroperasi lebih dulu) itu didahulukan untuk mengevakuasi sistem yang defisit," terang Djoko. Selain itu, Djoko menekankan bahwa penyelesaian megaproyek ini tidak kaku dibatasi oleh waktu. Hal itu lantaran pengoperasian pembangkit-pembangkit tersebut disesuaikan dengan serapan atau pertumbuhan permintaan listrik. "Jadi tergantung prediksi beban, misalnya di Kalimantan dan Sumatera udah mau selesai tapi bebannya nggak tumbuh, kawasan Industri belum masuk. Yang penting kita sesuaikan dengan serapan dan kecukupan energi," tandas Djoko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini