PLN telah ajukan proposal ke INCO untuk memasok listrik ke smelter di Bahodopi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membuka kemungkinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 500 MW yang akan mengaliri listrik ke smelter feronikel di Bahodopi Sulawesi Tengah digarap oleh partner dari China. 

Pada Juni 2021 lalu, Vale Indonesia telah menandatangani dokumen perjanjian kerja sama proyek smelter feronikel Bahodopi bersama dua mitra kerja dari China yakni Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai). 

Direktur Vale Indonesia, Bernardus Irmanto mengatakan, saat ini untuk pembangunan pembangkit listrik sedang dievaluasi, mungkin saja partner China yang akan membangun pembangkitnya. 

"Namun, sampai saat ini belum ada keputusan terkait pembangunan pembangkit listrik dan supply LNG. Kami sudah mengajukan permohonan ke SKK migas terkait kebutuhan LNG tersebut," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/10). 

Bernardus mengatakan, kemungkinan tersebut karena menimbang beberapa faktor yakni dari segi teknis dan ekonomi. Dia bilang, kalau pihak China bisa lebih kompetitif dalam membangun pembangkit listrik sehingga dapat menekan biaya dan meningkatkan keekonomian proyek, tentu saja pihaknya akan mempertimbangkan hal tersebut.

"Kemungkinan besar atau kecil tidak bisa saya sebutkan. Semua sangat tergantung dari feasibility study yang China buat dibandingkan dengan penawaran yang sudah kita terima," tegasnya. 

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) buka kemungkinan pembangunan PLTG dilakukan partner China

Ihwal mengejar target FID di bulan Desember 2021 atau awal 2022, Bernardus mengklaim, semuanya masih berjalan dengan baik, mulai dari teknis, finansial, dan perizinan. Salah satu perusahaan yang mengikuti tender proyek pembangkit listrik untuk smelter Bahodopi adalah PT PLN.

Saat dihubungi terpisah, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan saat ini pihaknya sudah mengajukan proposal ke Vale Indonesia untuk pasokan listrik ke smelter di Bahodopi. "Saat ini kami tetap melakukan pendekatan. Kami menawarkan solusi layanan listrik yang andal, berkualitas, dan tentu saja harganya sangat kompetitif," ujarnya. 

Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyaki mengatakan, idealnya perusahaan lokal harus terlibat untuk menjamin transfer teknologi ataupun adanya multiplier effect terhadap ekonomi nasional. 

 
INCO Chart by TradingView

"Apalagi industri sumber daya alam  tidak terbarukan ini harus mencerminkan adanya konversi menjadi physical capital atau human capital bagi ekonomi domestik atau ekonomi nasional," jelasnya kepada Kontan.co.id, saat dihubungi terpisah. 

Namun, Yayan menilai, pertimbangan untuk memilih investor dari luar negeri mungkin karena beberapa faktor, seperti proyek tersebut perlu segera dieksekusi karena biaya operasional atau maintenance semakin bertambah sementara demand untuk industri ini menunggu. Jadi, pihak yang akan menggarap proyek tersebut tidak ingin kehilangan momentum untuk pemulihan operasional perusahaan. 

Yayan melihat, potensi investasi energi bersih yang khususnya berhubungan dengan produk nikel, setelah COP26 akan semakin besar peluangnya. Adapun, Tiongkok menjadi salah satu pihak yang berambisi besar untuk menggarap nikel karena lebih siap dari sisi teknologi dan industri pendukung. "Namun, kalau perusahaan Indonesia tidak bisa menikmati sumber daya alam sendiri, what a waste," tegasnya. 

Selanjutnya: Harga nikel naik, kinerja Vale Indonesia (INCO) diproyeksi moncer di kuartal III 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .