JAKARTA. PT PLN (Persero) menuding masuknya grup Bakrie dalam transaksi antara Petronas dan PLN untuk mengembangkan lapangan Kepodang menyebabkan mundurnya pengembangan lapangan itu. Padahal PLN sangat membutuhkan gas dari lapangan Kepodang untuk menurunkan biaya energi. PLN memprediksi realisasi penyaluran gas baru bisa dilakukan pada kuartal III tahun 2014. Ini mundur tiga tahun dari target pengembangan semula.Tak hanya waktu yang terlambat, jumlah produksi gas Kepodang juga akan berkurang. Pasalnya, konsesi Petronas terhadap lapangan Kepodangakan berakhir 2021. "PLN memperkirakan bahwa harga gas kemungkinan lebih dari US$ 5 per mmbtu yang disebabkan berkurangnya gas yangditransaksikan," jelas Direktur Energi Primer, Nur Pamuji, akhir pekan lalu.PLN menghitung, keterlambatan pengembangan lapangan kepodang membuat gas turun menjadi 290 miliar kaki kubik (bcf). Awalnya, PLN dan Petronas menghitung mampu mencapai produksi sebesar 354 bcf, dengan jadwal gas masuk kuartal keempat 2011. Kesepakatan ini terjadi pada akhir 2008 antara PLN dan Petronas sebagai produsen gas.Kemudian pada 2009, pemegang konsesi pipa gas Kalimantan Jawa (Kalija) yaitu grup Bakrie mengusulkan agar pengaliran gas dari sumur gas ke pembangkit PLN dilakukan melalui Kalija tahap I. "Setelah diskusi panjang, proposal ini disetujui pemerintah pada akhir 2010 dan kepada PLN dijanjikan PLN tetap membeli gas di titik serah pembangkit listrik dengan harga yang sudah disepakati Petronas," lanjut Nur Pamuji. Tak cuman khawatir harga gas naik, PLN juga khawatir biaya pengaliran gas oleh pemegang konsensi pipa Kalija bakal lebih tinggi ketimbang kalkulasi yang dibuat produsen gas. Sebab, biaya pembangunan pipa gas yang tidak terintegrasi dengan sumur gas bisa dipastikan akan lebih mahal dibandingkan jika pipa tersebut terintegrasi dengan sumur gas.
PLN tuding Bakrie sebagai penyebab molornya pengembangan gas Kepodang
JAKARTA. PT PLN (Persero) menuding masuknya grup Bakrie dalam transaksi antara Petronas dan PLN untuk mengembangkan lapangan Kepodang menyebabkan mundurnya pengembangan lapangan itu. Padahal PLN sangat membutuhkan gas dari lapangan Kepodang untuk menurunkan biaya energi. PLN memprediksi realisasi penyaluran gas baru bisa dilakukan pada kuartal III tahun 2014. Ini mundur tiga tahun dari target pengembangan semula.Tak hanya waktu yang terlambat, jumlah produksi gas Kepodang juga akan berkurang. Pasalnya, konsesi Petronas terhadap lapangan Kepodangakan berakhir 2021. "PLN memperkirakan bahwa harga gas kemungkinan lebih dari US$ 5 per mmbtu yang disebabkan berkurangnya gas yangditransaksikan," jelas Direktur Energi Primer, Nur Pamuji, akhir pekan lalu.PLN menghitung, keterlambatan pengembangan lapangan kepodang membuat gas turun menjadi 290 miliar kaki kubik (bcf). Awalnya, PLN dan Petronas menghitung mampu mencapai produksi sebesar 354 bcf, dengan jadwal gas masuk kuartal keempat 2011. Kesepakatan ini terjadi pada akhir 2008 antara PLN dan Petronas sebagai produsen gas.Kemudian pada 2009, pemegang konsesi pipa gas Kalimantan Jawa (Kalija) yaitu grup Bakrie mengusulkan agar pengaliran gas dari sumur gas ke pembangkit PLN dilakukan melalui Kalija tahap I. "Setelah diskusi panjang, proposal ini disetujui pemerintah pada akhir 2010 dan kepada PLN dijanjikan PLN tetap membeli gas di titik serah pembangkit listrik dengan harga yang sudah disepakati Petronas," lanjut Nur Pamuji. Tak cuman khawatir harga gas naik, PLN juga khawatir biaya pengaliran gas oleh pemegang konsensi pipa Kalija bakal lebih tinggi ketimbang kalkulasi yang dibuat produsen gas. Sebab, biaya pembangunan pipa gas yang tidak terintegrasi dengan sumur gas bisa dipastikan akan lebih mahal dibandingkan jika pipa tersebut terintegrasi dengan sumur gas.