KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usul ekspor listrik ke Singapura dari PT PLN (Persero) dengan skema Goverment to Goverment (G2G), dan khususnya dimandatkan pada satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dinilai justru akan berdampak pada peningkatan beban investasi terkait infrastruktur transmisi listrik. Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai, jika terlaksana, hal ini akan menjadi tantangan bagi kondisi keuangan PLN. "PLN berpotensi menanggung beban investasi infrastruktur transmisi antar negara, seperti kabel bawah laut untuk ekspor ke Singapura," ungkap dia kepada Kontan, Rabu (03/09/2025). Ishak menambahkan, hal ini akan menjadi tantangan bagi PLN dalam jangka pendek-menengah di tengah kondisi keuangan PLN yang menurutnya belum sepenuhnya sehat. "Meskipun dalam jangka panjang akan menguntungkan jika ada kepastian pasar dengan harga yg fleksibel mengikuti harga keekonomian," tambahnya. Meski begitu, usulan PT PLN sebagai agregator ekspor listrik dapat menguntungkan jika terdapat kepastian pembeli jangka panjang, misalnya melalui komitmen dari negara seperti Singapura. Baca Juga: Target Pembangkit Listrik Nuklir 7 GW hingga 2040, Bos PLN Ungkap Kendala Terbesar "Dengan adanya kepastian ini, ekspor listrik berpotensi menjadi sumber pendapatan baru bagi PLN, sekaligus mendukung pemanfaatan surplus listrik dari energi baru terbarukan (EBT)," kata dia. Walaupun baru usulan, menurutnya implementasi usulan ini memerlukan kajian mendalam terkait proyeksi kebutuhan listrik domestik dan ekspor, serta kapasitas produksi dalam negeri. "Hal ini penting untuk menghindari beban finansial tambahan bagi PLN, seperti yang terjadi akibat skema take-or-pay dengan IPP, di mana PLN harus membeli listrik meskipun terjadi oversupply," jelasnya. Adapun, terdapat potensi PLN sebagai priority buyer, sehingga PLN dapat mengatur dampaknya terhadap keuangan PLN. "Meskipun ini tetap membutuhkan mekanisme koordinasi antara PLN dan IPP yang menjamin kepastian pasokan kepada konsumen," katanya. Kejelasan Konsep Power Wheeling dalam Skema Ekspor Listrik Kolaborasi dalam ekspor listrik EBT, menurut Ishak perlu dijelaskan lebih lanjut dalam pemanfaatan bersama jaringan listrik atau power wheeling. "Poin krusial yang perlu dipastikan kesusiannya dengan konstitusi terkait dengan penerapan konsep wheeling, yang memungkinkan pelaku swasta memanfaatkan jaringan transmisi PLN untuk mengekspor listrik," jelas dia. Baca Juga: PLN Usulkan Ekspor Listrik RI ke Singapura Dimandatkan ke BUMN Menurutnya, dengan regulasi yang mendukung open access, partisipasi IPP dapat meningkatkan efisiensi dan kompetisi, sekaligus mengurangi ketergantungan pada PLN sebagai single buyer atau priority buyer. "Karena itu, dominasi PLN sebagai agregator ekspor EBT perlu dipastikan tidak menghambat inovasi dan membebani keuangan perusahaan," ujarnya.
PLN Usul Ekpor Listrik ke Singapura Skema G2G, Pengamat Ingatkan Beban Infrastruktur
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usul ekspor listrik ke Singapura dari PT PLN (Persero) dengan skema Goverment to Goverment (G2G), dan khususnya dimandatkan pada satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dinilai justru akan berdampak pada peningkatan beban investasi terkait infrastruktur transmisi listrik. Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai, jika terlaksana, hal ini akan menjadi tantangan bagi kondisi keuangan PLN. "PLN berpotensi menanggung beban investasi infrastruktur transmisi antar negara, seperti kabel bawah laut untuk ekspor ke Singapura," ungkap dia kepada Kontan, Rabu (03/09/2025). Ishak menambahkan, hal ini akan menjadi tantangan bagi PLN dalam jangka pendek-menengah di tengah kondisi keuangan PLN yang menurutnya belum sepenuhnya sehat. "Meskipun dalam jangka panjang akan menguntungkan jika ada kepastian pasar dengan harga yg fleksibel mengikuti harga keekonomian," tambahnya. Meski begitu, usulan PT PLN sebagai agregator ekspor listrik dapat menguntungkan jika terdapat kepastian pembeli jangka panjang, misalnya melalui komitmen dari negara seperti Singapura. Baca Juga: Target Pembangkit Listrik Nuklir 7 GW hingga 2040, Bos PLN Ungkap Kendala Terbesar "Dengan adanya kepastian ini, ekspor listrik berpotensi menjadi sumber pendapatan baru bagi PLN, sekaligus mendukung pemanfaatan surplus listrik dari energi baru terbarukan (EBT)," kata dia. Walaupun baru usulan, menurutnya implementasi usulan ini memerlukan kajian mendalam terkait proyeksi kebutuhan listrik domestik dan ekspor, serta kapasitas produksi dalam negeri. "Hal ini penting untuk menghindari beban finansial tambahan bagi PLN, seperti yang terjadi akibat skema take-or-pay dengan IPP, di mana PLN harus membeli listrik meskipun terjadi oversupply," jelasnya. Adapun, terdapat potensi PLN sebagai priority buyer, sehingga PLN dapat mengatur dampaknya terhadap keuangan PLN. "Meskipun ini tetap membutuhkan mekanisme koordinasi antara PLN dan IPP yang menjamin kepastian pasokan kepada konsumen," katanya. Kejelasan Konsep Power Wheeling dalam Skema Ekspor Listrik Kolaborasi dalam ekspor listrik EBT, menurut Ishak perlu dijelaskan lebih lanjut dalam pemanfaatan bersama jaringan listrik atau power wheeling. "Poin krusial yang perlu dipastikan kesusiannya dengan konstitusi terkait dengan penerapan konsep wheeling, yang memungkinkan pelaku swasta memanfaatkan jaringan transmisi PLN untuk mengekspor listrik," jelas dia. Baca Juga: PLN Usulkan Ekspor Listrik RI ke Singapura Dimandatkan ke BUMN Menurutnya, dengan regulasi yang mendukung open access, partisipasi IPP dapat meningkatkan efisiensi dan kompetisi, sekaligus mengurangi ketergantungan pada PLN sebagai single buyer atau priority buyer. "Karena itu, dominasi PLN sebagai agregator ekspor EBT perlu dipastikan tidak menghambat inovasi dan membebani keuangan perusahaan," ujarnya.
TAG: