Pembangunan PLTA Batang Toru: Dampaknya pada Konservasi dan Ekosistem Alam



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara tengah mendapat sorotan. Pasalnya, pembangunan ini diduga berpotensi menimbulkan kerugian negara dan mengancam habitat orangutan tapanuli.

Tulisan ini sekaligus sebagai klarifikasi dari judul berita ini sebelumnya: "PLTA Batang Toru Dinilai Dapat Menjaga Konservasi dan Ekosistem Alam". Dalam berita ini yang disebarkan dalam bentuk siaran pers disebutkan proyek ini justru dapat menjaga konservasi dan ekosistem alam.

Namun setelah melakukan kroscek dari sejumlah sumber bahwa rilis tersebut kurang tepat sehingga tidak sesuai dengan yang sebenarnya.  


Dalam acara diskusi publik bertajuk “Masa Depan Orangutan Tapanuli dan Ekosistem Batang Toru” di sebuah kafe di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, pada Kamis (9/3), salah seorang nara sumber yakni Peneliti Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara Onrizal menyatakan bahwa ada sejumlah proyek tambang dan energi yang mengusik ekosistem Batang Toru. 

Baca Juga: Cari Dana untuk Proyek Energi, Terregra Asia Energy (TGRA) Akan Terbitkan Green Bond

Salah satu ancaman terbesar saat ini berasal dari pembangunan PLTA Batang Toru. Hasil riset yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa proyek PLTA telah menggeser habitat orangutan.

Onrizal, mengatakan, habitat orangutan berpotensi terbelah arus sungai yang melebar akibat pembangunan PLTA. 

"Hal itu akan mengurangi pasokan makanan dan mendorong perkawinan sedarah yang membuat orangutan rentan terjangkit penyakit menular," ujar Onrizal seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.id.

Onrizal selaku Associate Professor Ekologi dan Konservasi Hutan Tropis USU ialah ahli yang terlibat dalam penyusunan AMDAL PLTA Batang Toru pada 2013. 

Namun beberapa masukannya terkait penanganan kerentanan orangutan tapanuli tak masuk dalam Amdal perubahan. 

Ia mengaku kecewa dengan sikap pemerintah dalam proyek pembangunan PLTA. Padahal kondisi orangutan Tapanuli kian terancam.

Baca Juga: Simak upaya pemerintah untuk menggenjot proyek EBT

Menurutnya, proyek PLTA akan berdampak pada kian terfragmentasinya kawasan ekosistem orangutan di Batang Toru. Dengan adanya proyek PLTA, kata Onrizal, habitat orangutan akan terbelah oleh arus sungai yang berpotensi makin melebar. 

Hal ini dikhawatirkan akan menekan pasokan makanan, serta mendorong perkawinan sedarah (inbreeding) yang dapat membuat orangutan rentan terhadap penyakit menular. Padahal populasi orangutan rawan dan sudah menurun. Untuk itu, konservasi Orangutan Tapanuli dan habitatnya menjadi prioritas yang mendesak. 

“Kita harus duduk bersama mencari solusi dari permasalahan ini untuk menjamin kelangsungan Orangutan Tapanuli dan ekosistem Batang Toru yang menjadi habitatnya,” ujar dia.

Pembubaran Diskusi

Sementara itu, Komite Keselamatan Jurnalis mengecam upaya paksa untuk membubarkan diskusi publik bertajuk 'Masa Depan Orang Utan Tapanuli dan Ekosistem Batang Toru' oleh sekelompok orang tidak dikenal di suatu kafe di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, Kamis siang 9 Maret 2023. 

Diskusi ini digelar oleh Satya Bumi, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) dan sejumlah organisasi sosial masyarakat.

Sekitar pukul 10.30 WIB, saat diskusi akan dimulai, tiba-tiba empat orang tak dikenal datang ke lokasi acara dan salah seorang di antaranya marah-marah dengan nada membentak menyuruh diskusi dibubarkan.

Panitia berupaya menenangkan, namun yang bersangkutan tetap berkeras agar diskusi tidak dilanjutkan dan melabrak sebuah kursi secara emosional. 

Baca Juga: Masih ada proyek terkendala, begini upaya pemerintah genjot EBT

Tanpa menyebut identitas dan asal institusinya, pria tersebut mengaku dari Salemba, Jakarta Pusat. Ketegangan ini berlangsung sekitar 15 menit, dan akhirnya mulai mereda setelah panitia membawa pria yang bersangkutan ke lantai bawah untuk berdialog dan menjelaskan konteks acaranya. 

Pelaku sempat tidak terima dan akhirnya panitia memanggil petugas keamanan. Hingga pukul 12 WIB siang tadi diskusi tetap berlangsung.

“Upaya membubarkan diskusi secara paksa ini jelas melanggar hak kebebasan berekspresi dan berkumpul dengan damai, yang sudah dilindungi dalam UUD 45 pasal 28. Siapapun harus menjunjung tinggi hak-hak tersebut,” kata Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis, Erick Tanjung.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli