KONTAN.CO.ID - Muncul sebuah pertanyaan, mengapa Kalimantan Utara (Kaltara) dipilih menjadi lokasi pembangunan pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara, PLTA Kayan Cascade? Jawabannya, karena Kaltara memiliki sungai-sungai besar dengan debit air tinggi. Ambil contoh Sungai Kayan, Sungai Sembakung, dan Sungai Bahau. Sebagai gambaran, debit air Sungai Kayan mencapai 1.700 meter kubik per detik, yang sesuai sebagai pembangkit turbin PLTA. Sungai-sungai besar yang berdebit tinggi ini telah diperhitungkan dapat dibendung dan dapat mendukung pembangunan lima PLTA. Total daya yang dihasilkan lima PLTA dapat mencapai 9.000 Megawatt (MW).
Daya listrik sebesar ini sesuai untuk menjawab kebutuhan industri yang sedianya akan dibangun, untuk melistriki kawasan industri, kota-kota di Kalimantan, ibu kota provinsi, ibu kota negara baru, dan bahkan berpotensi dijual ke negara tetangga. Direktur Operasional Kayan Hydro Energy (KHE) Khaerony menjelaskan, PLTA Kayan 1 di Kaltara dengan daya 900 MW diperkirakan selesai dibangun pada tahun 2024. Bersamaan dengan pembangunan bendungan untuk PLTA Kayan 1, infrastruktur dan akses jalan juga dikembangkan. Pada penyelesaian pembangunan PLTA Kayan 1, dimulai pembangunan bendungan PLTA Kayan 2, dan seterusnya. Dengan begitu, pembangunan PLTA oleh KHE di Kaltara ini akan berjalan berkesinambungan. Meskipun investasi PLTA Kayan 1 di awal cukup besar, yaitu lebih dari 20 miliar dollar AS karena untuk memulai kegiatan dan infrastruktur yang masih sangat susah untuk dilalui, Khaerony mengungkapkan biaya pembangunan PLTA berikutnya bisa lebih ditekan karena infrastruktur sudah tersedia. Pengembangan kawasan ekonomi Pemerintah Pusat memberikan perhatian khusus pada Kaltara karena menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dalam Proyek Strategis Nasional. Lokasi Kaltara cukup strategis. Provinsi ini berlokasi di kawasan tengah Indonesia, yang mampu menjadi penghubung arus logistik dan komoditas antarpulau di kawasan Indonesia Barat dan Timur. Bahkan, provinsi ini berdekatan dengan negeri jiran Malaysia dan Brunei Darussalam, serta tidak terlalu jauh dari Filipina dan dilalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) 2. Dengan lokasi yang strategis ini, Kaltara tengah direncanakan sebagai salah satu pusat kawasan ekonomi baru di Indonesia. Melihat pertimbangan lokasi ini, di Kaltara nantinya akan dibangun Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning Mangkupadi Kaltara, atau biasa disingkat KIPI Kaltara. Suplai energi listrik dari PLTA Kayan nantinya akan terintegrasi dengan KIPI Kaltara. Industri yang akan dikembangkan di Kaltara antara lain industri dasar, seperti aluminium, nikel, dan baja. Industri lainnya yang cukup potensial antara lain perkebunan kelapa sawit dan tambang. Sementara itu, industri lain yang mendapatkan dampak positif berkat pembangunan PLTA di Kaltara antara lain, perhotelan, perikanan, pariwisata, serta kuliner bahkan hingga ke perumahan. Sejumlah perusahaan besar telah melihat prospek KIPI Kaltara. Di antaranya PT Indonesia Strategis Industri, Inalum dan Pelindo IV, serta sejumlah perusahaan asing. Bahkan direncanakan, dengan pelabuhan internasional yang sangat besar, mampu menampung kapal dengan kapasitas hingga 400.000 ton dengan konsep green port. Total untuk membangun lima unit PLTA di Kaltara bisa memakan waktu lebih dari 20 tahun. Namun, dengan PLTA Kayan 1 yang selesai dibangun sekitar 4 tahun lagi, rencana pembangunan industri pun bisa berjalan beriringan.
“Kami rencana awal menyuplai hampir 1.000 MW dari PLTA Kayan 1 untuk memenuhi kebutuhan kawasan industri. Sekitar 1-2 tahun pertama, bisa sekalian menggerakkan industri. Untuk 4-5 tahun berikutnya akan dihasilkan sekitar 5.000 MW. Lalu 9-10 tahun berikutnya, akan dihasilkan daya energi listrik, yang total seluruhnya 9.000 MW,” terang Khaerony. Sumber energi lain di Kalimantan selain PLTA sebenarnya juga tersedia. Di antaranya, biogas, gas alam, pembangkit listrik mikrohidro, minyak bumi, dan PLTS. Namun, untuk memenuhi pasokan listrik suatu kawasan industri yang menyedot daya besar dan kebutuhan listrik rumah tangga, PLTA dipandang lebih sesuai. “PLTA itu investasi awal memang mahal. Namun, sekali dibangun, bisa bertahan 80-100 tahun, tergantung dari kondisi bangunan bendungan dan perawatannya,” kata Khaerony. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ridwal Prima Gozal