PLTS Atap Sudah Dibatasi Meski Baru Berkembang, Begini Kata BRIN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Principal Engineering Reasercher Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andhika Prastawan menjelaskan,pertumbuhan PLTS Atap saat ini masih belum signifikan. Maka itu diperlukan kehati-hatian menciptakan peraturan yang melindungi keselamatan sistem tenaga listrik tetapi tidak secara dini menghambat pertumbuhan surya atap. 

Menurut Andhika, jika suatu pengembangan solar rooftop sebesar 1 GW atau lebih terkumpul di satu lokasi tentu akan berdampak pada sistem PLN. Namun saat ini pengembangan PLTS atap masih kurang dari 100 MW sehingga masih jauh dari dampak yang dikhawatirkan. Dia menilai masih ada ruang untuk PLTS Atap berkembang. 

“Saya mendukung PLN harus beroperasi maksimal, tetapi di sisi lain perkembangan energi surya juga harus diberikan kesempatan,” jelasnya dalam acara webinar Peluncuran Studi dan Alat Hitung Levelized Cost of Electricity (LCOE) Jumat (24/3). 


Baca Juga: Realisasi Pengadaan Pembangkit Energi Terbarukan PLN Capai 1,2 GW Per Maret 2023

Berdasarkan penelitian yang dilakukan BRIN, bila saja ada 1 GW listrik PLTS Atap tersebar ke seluruh sistem ketenagalistrikan, efek terhadap frekuensi, tegangan, dan sebagainya itu sangat minim bahkan tidak ada dampak. 

Di lain pihak, karena rooftop berada di pusat beban justru menguntungkan PLN, di mana rugi akan berkurang, tegangan di sisi beban menjadi baik, pembebanan trafo juga akan berkurang karena beban listrik (masyarakat pengguna listrik) mendayai diri sendiri sehingga arus transmisi besar itu berkurang. 

“Namun, Solar Rooftop ini jika tidak diatur secara makro akan menjalar ke sistem sehingga pengaturan implementasinya juga perlu diperhatikan,” tegasnya. 

Andhika menilai karena pertumbuhan PLTS Atap yang belum signifikan, persoalan ini bukan sekadar beban PLN sendiri tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menciptakan suatu peraturan yang harmonis antara percepatan dan keselamatan operasional pembangkit. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi