KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdana Menteri Nepal, KP Sharma Oli, resmi mengundurkan diri pada Selasa (9/9) setelah gelombang protes besar-besaran mengguncang negara Himalaya tersebut. Kerusuhan yang disebut sebagai salah satu yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir dipicu oleh larangan penggunaan media sosial dan semakin meluas menjadi gerakan melawan korupsi dan nepotisme politik. Aksi demonstrasi yang meletus sejak awal pekan memuncak dengan bentrokan berdarah antara polisi dan massa, menewaskan 19 orang serta melukai ratusan lainnya.
Larangan Media Sosial Jadi Pemicu Amarah
Gen Z Memimpin Gelombang Protes
Gerakan ini dikenal sebagai “Protes Gen Z”, didominasi oleh kaum muda yang menolak pembatasan kebebasan berekspresi serta praktik korupsi yang mengakar di kalangan elite politik. Pada Selasa, ribuan demonstran menentang jam malam, menyerbu gedung parlemen di Kathmandu, membakarnya, serta menyerang rumah pejabat tinggi, termasuk kediaman PM Oli dan Presiden. Bandara internasional Kathmandu pun ditutup akibat eskalasi kerusuhan.Oli Mundur di Tengah Tekanan Massa
Di tengah gelombang desakan dan kekacauan yang kian meluas, Oli akhirnya menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Ram Chandra Paudel. Pengumuman itu disambut sorak sorai ribuan demonstran di luar parlemen. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Nepal juga sudah mundur setelah mendapat kecaman luas terkait penggunaan kekerasan aparat terhadap massa. Presiden Paudel kemudian mengundang para pemimpin Gen Z untuk melakukan perundingan. Baca Juga: Pesta Usai, Produsen Mobil Eropa Tertekan Tarif AS dan Perang Harga di ChinaSuara Kaum Muda: “Korupsi Harus Berakhir”
Bagi para pemuda Nepal, pengunduran diri Oli dipandang sebagai kemenangan awal.- Rohan Ansari (20), yang menyaksikan rekannya tewas ditembak polisi, mengatakan: “Hari ini, gerakan Gen Z berhasil. Mulai sekarang, kerja akan dipimpin oleh anak muda. Korupsi mereka akan dibongkar.”
- Naresh Rawal (27) menyoroti gaya hidup mewah elite politik: “Mereka punya Land Rover, jutaan rupee di rumah, air impor, sementara rakyat menderita. Inilah mengapa aksi ini perlu.”
- Tanuja Pandey (24) menuntut pertanggungjawaban: “Ini bukan sekadar kematian 19 pemuda. Ini pembunuhan. Pemerintah harus diseret ke pengadilan.”