PM Selandia Baru: PBB Telah Gagal dalam Menanggapi Invasi Rusia ke Ukraina



KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern secara terbuka menyebut Dewan Keamanan PBB telah gagal dalam menanggapi invasi Rusia ke Ukraina. Di saat yang sama, dia menyebut Rusia telah bangkrut secara moral.

Berbicara di Lowy Institute, Syndey, selama kunjungan dagang ke Australia pada Kamis (7/7), Ardern menyebut kegagalan itu salah satunya disebabkan oleh posisi Rusia yang memiliki hak veto.

"Rusia telah menggunakan posisinya di dewan untuk mengambil posisi bangkrut secara moral setelah perang yang bangkrut secara moral dan ilegal," kata Ardern, seperti dikutip Channel News Asia.


Baca Juga: PM Selandia Baru: China Kini Lebih Tegas dan Semakin Berani Melanggar Aturan

Ardern telah lama menentang hak veto Dewan Keamanan yang dipegang oleh lima anggota tetapnya. Kini, dia mengulangi kembali seruannya untuk melakukan reformasi di badan tersebut.

"Selandia Baru akan mengupayakan reformasi di Dewan Keamanan PBB. Kita harus mereformasi PBB sehingga kita tidak harus bergantung pada masing-masing negara yang memberlakukan sanksi otonom mereka sendiri," lanjut Ardern.

Ardern juga menyerukan Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelidiki dan menuntut kejahatan perang yang terjadi di Ukraina, siapa pun pelakunya.

Ia juga berjanji, Selandia Baru siap terlibat sebagai pihak ketiga dalam kasus Ukraina melawan Rusia di pengadilan.

Baca Juga: PBB: Menghentikan Bantuan ke Suriah Bisa Memicu Bencana

Pada kesempatan yang sama, Ardern memperingatkan agar dunia tidak hanya melihat bahwa yang terjadi di Ukraina sebagai perang antara Barat dan Rusia atau demokrasi melawan otokrasi, dan mengabaikan aktor lain seperti China.

China, yang juga anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dianggap berperan penting dalam proses pengambilan keputusan terkait perang di Ukraina.

"Jangan berasumsi bahwa China sebagai anggota Dewan Keamanan tidak memiliki peran dalam memberikan tekanan sebagai tanggapan atas hilangnya integritas teritorial di tangan Rusia. Jangan berasumsi bahwa hanya demokrasi yang mengambil pandangan ini," ujarnya.