PMI Manufaktur Indonesia Anjlok ke Level 50,3. Ini Biang Keroknya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. S&P Global baru saja merilis Purchasing Manager's Index PMI Manufaktur Indonesia. Tercatat, PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2023 berada di level 50,3.  Angka ini menurun 2,4 poin jika dibandingkan pada bulan sebelumnya yang tercatat 52,7 pada April 2023.

Penurunan PMI Manufaktur Indonesia tersebut disebabkan oleh lemahnya permintaan baru baik dari sisi domestik maupun asing.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan bahwa permintaan global sedang mengalami penurunan imbas terpengaruh ketidakpastian ekonomi global. Oleh karena itu, hal tersebut menyebabkan penurunan permintaan yang berdampak pula pada anjloknya PMI Manufaktur pada Mei 2023.


Baca Juga: Sri Mulyani Wanti-Wanti Hal Ini, Imbas Anjloknya PMI Manufaktur Indonesia Mei 2023

"Terlebih isu di Amerika Serikat (AS) juga masih menghantui ekonomi global," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Senin (5/6).

Selain itu, Huda melihat krisis di Eropa juga belum mulai mereda. Bahkan suku bunga acuan bank sentral di negara-negara maju juga masih menunjukkan trend peningkatan.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia (AKLPI) Yustinus Gunawan mengatakan, penurunan PMI Manufaktur tersebut juga dikarenakan efek dari momen hari Raya Idul Fitri. Namun setelahnya, kinerja manufaktur diperkirakan akan kembali meningkat.

"Umumnya bulan setelah hari raya meningkat, sedangkan sekitar hari raya manufaktur akan menurun karena sedikitnya hari kerja, juga sedikitnya hari kerja konstruksi, pekerja bangunan umumnya mudik cukup lama," kata Yustinus.

Baca Juga: Ekonomi Lesu, PMI Manufaktur Indonesia Anjlok ke Level 50,3 Pada Mei 2023

Yustinus bilang, PMI Manufaktur Indonesia tersebut masih berada di zina ekspansif. Meski begitu, tren penurunan tersebut perlu ditahan dan bahkan dinaikkan kembali indeksnya. Adapun salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memperkuat daya saing produk manufaktur dalam negeri.

Namun menurutnya, daya saing produk manufaktur dalam negeri dipastikan akan menurun tajam seiring dengan kenaikan harga gas bumi untuk industri. Ia bilang, kenaikan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan mengacam pemulihan ekonomi nasional yang saat ini sedang berjalan.

"Kenaikan HGBT ini menjadi lampu merah bagi sektor manufaktur secara khusus sebagai fondasi ekonomi negara, dan ancaman nyata terhadap pemulihan ekonomi nasional," terang Yustinus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .