KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja manufaktur Indonesia menunjukkan perlambatan, yang tampak dari penurunan Purchasing Manager's Index (PMI). S&P Global merilis PMI Manufaktur Indonesia Juni 2024 turun ke level 50,7. Meski masih berada di zona ekspansif, tapi PMI bulan Juni mencerminkan penurunan yang cukup signifikan, anjlok 1,4 poin dibandingkan 52,1 pada Mei 2024. PMI Manufaktur pun sudah turun selama tiga bulan beruntun. Penurunan PMI ini layak menjadi perhatian bagi pelaku pasar, lantaran berpotensi memberikan dampak terhadap prospek kinerja maupun saham emiten di sektor yang terkait produksi dan manufaktur. Contohnya adalah saham sektor industri dan barang konsumsi.
Menengok kinerja semester I-2024, saham sektor industri menjadi salah satu indeks yang tertinggal dengan performa -15,08%. Sektor barang konsumsi primer maupun non-primer pun ada dalam posisi minus, masing-masing -4,43% dan -12,68%.
Baca Juga: IHSG Melemah 0,20% Selasa (2/7), Begini Proyeksi Esok Hari Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menyoroti tiga faktor yang menyebabkan penurunan PMI Manufaktur Indonesia.
Pertama, tertahannya suku bunga acuan di level tinggi, dimana pasca-kenaikan suku bunga, PMI menunjukkan tren menurun.
Kedua, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Ketiga, pemulihan ekspor yang masih lambat. "Kekhawatirannya adalah jika PMI berada di level kontraksi (<50) maka menunjukkan pelemahan permintaan terhadap barang dan jasa di Indonesia, sehingga menunjukkan ketidakstabilan di pasar," kata Audi kepada Kontan.co.id, Selasa (2/7). Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis Tambolang memandang penurunan PMI dapat menimbulkan kekhawatiran atau dampak psikologis di kalangan investor terkait stabilitas dan pertumbuhan sektor manufaktur. Sektor yang secara langsung terkait manufaktur, seperti industri dan barang konsumsi (primer maupun non-primer) berpotensi terkena imbasnya. Situasi ini dapat menyebabkan investor mencari sektor yang lebih defensif atau yang menunjukkan pertumbuhan lebih stabil. Beruntung sejauh ini performa PMI masih bisa bertahan di atas level 50 atau zona ekspansif. "Sehingga dampak psikologis atau kekhawatiran terkait kondisi ini berpotensi hanya sementara," ungkap Alrich.
Baca Juga: IHSG Turun Hari Ini (2/7) Setelah Menguat 4 Hari, BRPT, ITMG, PGAS Top Gainers LQ45 Trading Plan di Saham Industri & Konsumsi
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani ikut memprediksi, sentimen dari penurunan PMI ini hanya bersifat jangka pendek. Arjun memberikan catatan, PMI Manufaktur bersifat makro karena mencakup berbagai sektor dan industri yang cukup luas. Dus, perubahan indeks yang bersifat makro ini hanya cenderung berdampak terhadap pasar secara umum yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Dampak ke pasar hanya sementara, akan ada koreksi satu atau dua hari. Namun setelah itu IHSG akan melanjutkan rally yang terlihat sejak beberapa hari sebelumnya," terang Arjun. Sementara itu, Audi melihat PMI berpotensi tetap terjaga pada zona ekspansif di semester II-2024. Sejalan dengan sentimen dari stabilitas nilai tukar rupiah, prospek pelonggaran kebijakan moneter dan terjaganya daya beli. Di tengah ketidakpastian makro-ekonomi saat ini, Audi melihat investor cenderung beralih kepada sektor yang defensif. "Tetapi investor juga dapat memperhatikan di semester kedua ini ada potensi penguatan di tengah sentimen positif," imbuh Audi.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.125, BBCA, BMRI, AMMN Paling Banyak Net Buy Asing Hari Ini (2/7) Alrich menambahkan, sektor industri pada semester II-2024 masih potensial. Penopangnya adalah Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Juni 2024 di level 52.50, yang menunjukkan optimisme pelaku usaha dalam kondisi ekspansif. Sektor industri juga akan ditopang oleh dukungan kebijakan pemerintah seperti Penguatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Alrich melanjutkan, sektor barang konsumsi primer performanya bisa lebih stabil dengan produk yang tetap dibutuhkan masyarakat.
Sedangkan konsumsi non-primer rawan menghadapi tekanan saat ekonomi melambat karena masyarakat akan cenderung membatasi konsumsi. Di antara sektor industri dan barang konsumsi, Alrich menyodorkan saham PT Astra International Tbk (
ASII), PT United Tractors Tbk (
UNTR) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP).
Trading plan untuk ASII adalah koleksi di harga Rp 4.400 untuk target harga Rp 4.600-Rp 4.800 dan
stop loss < Rp 4.350. Koleksi UNTR di harga Rp 22.000 untuk target Rp 22.900-Rp 23.500 dan
stop lossĀ < Rp 21.550. Kemudian, koleksi ICBP di harga Rp 10.300 untuk target Rp 10.700-Rp 11.000 dan
stop loss < Rp 10.100. Audi juga menjagokan saham ASII dengan target harga di Rp 5.418. Kemudian,
buy saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (
CPIN) dengan target harga di Rp 5.576 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati