KONTAN.CO.ID - JAKARTA. S&P Global mencatat, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2023 berada di level 52,3. Angka ini turun 1,6 poin jika dibandingkan dengan capaian Agustus 2023 yang berada pada level 53,9. Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo tak heran jika indeks manufaktur Indonesia mengalami penurunan pada periode tersebut. Pasalnya, industri minuman saat ini mulai merasakan penurunan kinerja atau volume penjualan sejak awal tahun ini. "Saat ini hampir seluruh kategori minuman di luar AMDK mengalami penurunan penjualan," ujar Triyono kepada Kontan.co.id, Senin (2/10).
Dari pengamatannya, memang saat ini konsumen sedang berhati-hati dalam melakukan spending. Ini terutama terjadi karena naiknya harga-harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, gas hingga bensin sehingga konsumen menjadi berpikir ulang untuk melakukan belanja.
Baca Juga: PMI Manufaktur Anjlok ke Level 52,3 Pada September 2023 "Dalam konteks penurunan kinerja penjualan serta ketidakpastian makro ke depan, maka tidak mengherankan ini mempunyai dampak atas metrik PMI Manufaktur," terang Triyono. Ia bilang, konsumen yang memiliki uang lebih banyak akan memilih untuk menabung uangnya daripada membelanjakannya. Apalagi pada tahun depan merupakan tahun pemilu sehingga terdapat ketidakpastian dalam konteks kebijakan pemerintah. "Ini mungkin adalah refleksi dari kekhawatiran konsumen akan kondisi masa depan sehingga mereka lebih suka menabung dan menahan pembelanjaan yang bukan utama," katanya. Untuk itu, ia berharap pemerintah melakukan berbagai upaya yang bisa mendukung stabilitas ekonomi Indonesia yang berbasis konsumsi dan mengeluarkan kebijakan yang hanya akan menambah beban industri manufaktur. Memang Triyono mengakui bahwa uang pemilu yang mengalir ke masyarakat bisa memperkuat produk manufaktur, khususnya makanan minuman (mamin). Hanya saja, dampaknya hanya akan dirasakan dalam jangka pendek saja. Menurutnya, yang lebih penting adalah tetap membangun fondasi atas ekonomi berbasis konsumsi yang berkelanjutan serta menjaga pengeluaran konsumsi rumah tangga. Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Edi Rivai mengatakan, dalam waktu tiga bulan terakhir ini pihaknya mengalami penurunan utilitas produksi pabrik sekitar 30% hingga 40%.
Baca Juga: Tekanan Ekonomi Global Berdampak pada Penurunan Indeks Kepercayaan Industri Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya daya saing dan banjirnya bahan baku produk serta produk jadi plastik dari impor negara-ngerasa tertentu yang memiliki perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) dalam skema Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). "Semua barang China. Jangankan di pasar bawah, di supermarket besar itu semua isinya barang China bukan barang lokal. Sayang banget. Jadi ujung-ujungnya kita hanya jadi dagang saja tidak usah ngurusi pabrik," kata Edi. Untuk itu, ia mengusulkan kepada pemerintah untuk bisa mengendalikan barang impor, khususnya di sektor plastik yang saat ini mulai membanjiri pasar domestik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi