JAKARTA. Para pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) meminta pemerintah segera menerbitkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 241 tentang Pengenaan Tarif Bea Masuk sebesar 5% untuk barang modal dan bahan baku. Sebab, dengan belum terbitnya revisi PMK 241, program restrukturisasi permesinan di industri TPT menjadi terhambat. Menurut Ernovian G. Ismy, Sekretaris eksekutif Asosiasi Prtekstilan Indonesia (API), dengan adanya PMK tersebut, banyak pelaku industri TPT enggan mengikuti program restrukturisasi permesinan yang difasilitasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Pasalnya, pemberian insentif 10% untuk pembelian mesin impor menjadi kurang berarti, karena para pengusaha tersebut harus membayar bea masuk sebesar 5%. "Akhirnya hanya sebagian kecil yang bisa dinikmati oleh industri," katanya, kemarin. Seperti diketahui, menurut PMK tersebut, impor permesinan dikenai bea masuk sebesar 5%. Sebenarnya, menurut Ernovian, pemberian insentif 10% sudah cukup bagus. Sayangnya, insentif itu menjadi jauh berkurang setelah dikurangi biaya pembuatan dokumen sebesar 1% dan juga bea masuk 5% untuk mesin impor.
PMK 241 hambat restrukturisasi TPT
JAKARTA. Para pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) meminta pemerintah segera menerbitkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 241 tentang Pengenaan Tarif Bea Masuk sebesar 5% untuk barang modal dan bahan baku. Sebab, dengan belum terbitnya revisi PMK 241, program restrukturisasi permesinan di industri TPT menjadi terhambat. Menurut Ernovian G. Ismy, Sekretaris eksekutif Asosiasi Prtekstilan Indonesia (API), dengan adanya PMK tersebut, banyak pelaku industri TPT enggan mengikuti program restrukturisasi permesinan yang difasilitasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Pasalnya, pemberian insentif 10% untuk pembelian mesin impor menjadi kurang berarti, karena para pengusaha tersebut harus membayar bea masuk sebesar 5%. "Akhirnya hanya sebagian kecil yang bisa dinikmati oleh industri," katanya, kemarin. Seperti diketahui, menurut PMK tersebut, impor permesinan dikenai bea masuk sebesar 5%. Sebenarnya, menurut Ernovian, pemberian insentif 10% sudah cukup bagus. Sayangnya, insentif itu menjadi jauh berkurang setelah dikurangi biaya pembuatan dokumen sebesar 1% dan juga bea masuk 5% untuk mesin impor.