PMK Rokok bisa rugikan petani



JAKARTA. Penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2010 tentang Hubungan Istimewa Perusahaan Rokok dinilai bisa mengancam kelangsungan hidup petani tembakau. Beleid ini sudah terbit dua tahun lalu, tapi baru diiplementasikan sekarang setelah keluar petunjuk pelaksana melalui Peraturan Direktorak Jenderal Bea dan Cukai Nomor 39/2012 pada Juli lalu.

Dalam beleid itu disebutkan, bila petugas Bea Cukai bisa membuktikan pengusaha pabrik memiliki hubungan istimewa dengan pengusaha pabrik lainnya, terkait produksi, dihitung sebagai satu kesatuan golongan pengusaha pabrik. Artinya, pabrik kecil yang memililiki hubungan istimewa dengan pabrik besar tetap dikenakan tarif cukai yang sama dengan induknya.

Nah, ketentuan itu yang dianggap memberatkan. Abdus Setiawan, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (ATPI) mengatakan, ketentuan itu bisa mengakibatkan pendapatan mereka berkurang karena pengusaha rokok mengurangi pembelian tembakau dari petani.


Dampak cukai rokok yang mahal, pengusaha harus menambah biaya lagi sehingga berpengaruh terhadap tingkat pembelian tembakau. "Dengan penurunan omzet perdagangan tembakau, maka kesempatan petani menanam tembakau semakin mengecil," katanya, kemarin.

Agung Kuswandono, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan bilang, Peraturan Bea dan Cukai 39/2012 itu hanya berupaya menciptakan keadilan dalam pembayaran cukai rokok. "Kebijakan ini sebagai antisipasi agar perusahaan besar yang seharusnya membayar cukai lebih besar bisa terwujud," ujar dia.

Sebab, selama ini perusahaaan besar banyak mengintervensi pasar di bawahnya atau perusahaan yang lebih kecil, sehingga membayar cukai lebih murah. Terkait besaran tarif cukai yang harus dibayar setelah keluarnya Peraturan Bea dan Cukai 39/2012, Agung belum bersedia memberi bocorannya. Prinsipnya, bila terbukti ada afiliasi maka tarif cukai akan mengikuti perusahaan induknya.

Sedangkan, syarat perusahaan memiliki hubungan istimewa, berdasar atas aspek permodalan dengan pengusaha pabrik lainnya sebesar 25% atau lebih. Atau hubungan antara dua pabrik atau lebih yang modalnya sebesar 25% atau lebih dimiliki oleh pihak yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan