JAKARTA. Menyuarakan pendapat bukan barang mewah sekarang ini. Dengan ponsel di tangan, setiap orang merasa berhak didengar setiap kali jempol beraksi di atas papan ketik. Hari-hari menjadi lebih bising. Inilah yang mendorong Kennya Rinonce dan empat kawannya menghadirkan pertunjukan bertajuk Senandika untuk menyuarakan kegelisahan yang terlanjur dibuat oleh kebisingan mengatasnamakan perbedaan sebagai pemicunya, Minggu (14/5), di Institut Francais Indonesia, Bandung. Dalam Senandika, Kennya meracik pertunjukan bauran dari cuplikan puisi karya penyair-penyair dalam negeri, seni suara, musik, dan tarian.
Poemuse racik Senandika dari puisi, lagu, tari
JAKARTA. Menyuarakan pendapat bukan barang mewah sekarang ini. Dengan ponsel di tangan, setiap orang merasa berhak didengar setiap kali jempol beraksi di atas papan ketik. Hari-hari menjadi lebih bising. Inilah yang mendorong Kennya Rinonce dan empat kawannya menghadirkan pertunjukan bertajuk Senandika untuk menyuarakan kegelisahan yang terlanjur dibuat oleh kebisingan mengatasnamakan perbedaan sebagai pemicunya, Minggu (14/5), di Institut Francais Indonesia, Bandung. Dalam Senandika, Kennya meracik pertunjukan bauran dari cuplikan puisi karya penyair-penyair dalam negeri, seni suara, musik, dan tarian.