Poin-poin asumsi makro mulai dievaluasi



JAKARTA. Sejumlah asumsi makro ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi terkini. Oleh karena itu, pemerintah menilai asumsi tersebut harus direvisi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, Kementerian Keuangan sudah mulai mengevaluasi APBN 2017. Menurutnya, asumsi makro seperti target inflasi, nilai tukar dan harga minyak kemungkinan akan berubah.

Dalam APBN 2017, pemerintah memperkirakan laju inflasi sepanjang 2017 akan berada di level 4%. Namun, dengan melihat perkembangan harga minyak dunia dan beberapa kebijakan pemerintah lainnya kemungkinan bisa melebar hingga 5%.


Sementara, terkait nilai tukar rupiah, kata Suahasil, kebijakan Amerika Serikat (AS) yang akan lebih ekspansif bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini akan berlanjut pada kenaikan tingkat suku bunga acuan. Saat ini, dalam APBN nilai tukar dipatok di level Rp 13.300 per dollar AS.

Namun, ia menilai, ada potensi terjadi pelemahan atau terdepresiasi antara 1%-2%. "Kita akan terus memantau perkembangan nilai tukar ini," ujar Suahasil, Selasa (24/1).

Untuk harga minyak Indonesia atau ICP diperkirakan akan melebar menjadi US$ 50 per barel dari asumsi saat ini yang hanya US$ 40 per barel. Asumsi minyak juga akan mengikuti perkembangan harga minyak internasional.

Sementara, target pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih tetap sesuai dengan APBN 2017, sebesar 5,1%. Suahasil bilang, secara umum dampak dari perubahan asumsi makro masih akan positif terhadap postur anggaran.

Ekonom Samuel Asset manajemen, lana Soelistyaningsih menilai dampak yang paling besar akan didorong dari kenaikan ICP. Dengan meningkatnya ICP, maka penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas maupun penerimaan pajak migas akan meningkat.

Sebab, jumlah anggaran subsidi dalam APBN sudah tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Dengan subsidi yang relatif lebih rendah maka ketergantungan APBN terhadap harga minyak lebih terkendali. Oleh karenanya, postur anggaran akan lebih tergantung pada kemampuan pemerintah memungut penerimaan pajak. Sebab, dari sisi belanja lebih terkendali meskipun ada perubahan asumsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini