KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Peraturan OJK Nomor 20 Tahun 2023 tentang tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah. Beleid ini juga dikenal dengan POJK asuransi kredit, di mana salah satunya mengulas terkait pembagian risiko (risk sharing) antara perusahaan asuransi dan perbankan yang masing-masing 25% dan 75%. Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Djonieri menjelaskan, lewat POJK asuransi kredit ini OJK ingin membenahi persoalan yang ada di pasar saat ini dan menghadirkan inovasi produk yang berkembang.
Baca Juga: AAUI: Penempatan Investasi di SBN Masih Jadi Favorit Perusahaan Asuransi di 2024 “Kami menguatkan tata kelola, risk management dengan adanya risk sharing antara perbankan dan perusahaan asuransi juga mengenai seleksi risiko atau underwriting,” ujarnya dalam sosialiasi POJK Nomor 20 Tahun 2023 secara virtual, pekan lalu. Djonieri mengungkapkan, memang selama ini rasio klaim asuransi kredit sangat tinggi bahkan mencapai di atas 100%. Menurutnya, dengan penguatan di POJK asuransi kredit ini diharapkan tidak terulang lagi
miss calculation. “Pembenahan itu nanti ada penguatan di banyak hal,” ungkapnya. Djonieri menyebutkan, asuransi umum hanya boleh menanggung risiko kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya. “Di POJK 20/2023 ini juga mengatur salah satunya (perusahaan) harus komposit 2, resharing 25% dan 75%, biaya akuisisi yang kita turunkan dari 20% jadi 10%, jangka waktu pertanggungan kita batasi sampai 5 tahun tapi itu bisa diperpanjang,” terangnya. Direktur Utama PT Asuransi Asei Indonesia Dody Dalimunthe menyatakan risk sharing merupakan mitigasi risiko untuk mengurangi potensi kerugian tertanggung. Menurutnya, dalam manajemen risiko pengelolaan pinjaman kredit dengan tenor lebih dari setahun akan menghadapi dinamika risiko akibat volatilitas kondisi pasar, yang akan berdampak kepada risiko bagi kreditur maupun debitur. “Dalam skema pertanggungan asuransi kredit saat risiko kredit ditransfer oleh tertanggung ke penanggung, maka masing-masing pihak diharapkan tetap bertanggung jawab dalam pengelolaan risiko sebagai bentuk mitigasi bersama dalam rangka mengendalikan risiko tersebut,” terangnya kepada KONTAN. Dody mengungkapkan, terbitnya POJK asuransi kredit sudah melalui diskusi panjang sehingga cukup menyerap kekhawatiran pelaku industri asuransi kredit yang terkait dengan pinjaman bank. “Dengan ditetapkannya POJK tersebut maka koordinasi perusahaan asuransi dan perbankan diharapkan akan lebih smooth dan memiliki dasar hukum. Tentunya kepentingan tertanggung, baik pihak bank maupun debitur bank juga akan lebih jelas disebutkan dalam polis,” ungkapnya. Lebih lanjut, Dody bilang, pihak asuradur sebagai penanggung juga punya dasar sama, sehingga memperkecil perbedaan lingkup jaminan antar penanggung guna kompetisi bisnis yang sehat dan governance. “Bagi reasuradur juga akan memiliki pencatatan risiko yang lebih akuntabel termasuk pencadangan atas risiko jangka panjang,” pungkasnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto menyampaikan dengan adanya skema risk sharing di POJK asuransi kredit ini, terdapat perbaikan tarif premi sehingga menjadi lebih kompetitif. “Perlu dilakukan penguatan pengaturan, antara lain perbaikan di sisi tata kelola penyelenggaraan asuransi kredit, penerapan risk sharing antara perusahaan asuransi dan kreditur, penyempurnaan proses penetapan premi, underwriting dan penanganan klaim,” jelasnya.
Baca Juga: OJK Merilis POJK Asuransi Kredit, Ini yang Ingin Dibenahi Bern menuturkan, perusahaan asuransi juga dapat memiliki akses data terkait kreditur maupun debitur yang diasuransikan ke perusahaan asuransi. Dengan begitu, kata dia, kreditur diharapkan akan selalu mengedepankan analisa kredit dengan hati-hati. Bern bilang, POJK asuransi kredit juga mengatur biaya akuisisi yang kini dibatasi hanya maksimum 10%. kemudian, jangka waktu pertanggungan juga di batasi hanya 5 tahun. “Meski kredit yang dipertanggungkan jangka waktunya lebih dari 5 tahun, tapi jangka waktu yang ditanggung oleh perusahaan asuransi maksimum 5 tahun tapi bisa diperpanjang lagi,” terangnya. Bern mengatakan, POJK asuransi kredit juga mengatur klaim yang diajukan perbankan kepada perusahaan asuransi merupakan klaim yang benar-benar sudah dalam kondisi macet.
“Jadi kalau masih dalam NPL, itu belum bisa diklaim, kondisinya harus dalam keadaan macet,” katanya. Lebih lanjut, Bern menambahkan, selama ini asuransi kredit menjadi penyumbang premi terbesar di asuransi umum setelah asuransi harta benda dan kendaraan. Menurutnya, POJK ini akan memperbaiki kinerja asuransi kredit dan mendukung sektor perbankan. “Kami berharap bahwa POJK ini akan membuat industri perasuransian akan semakin sehat dan bisa membantu transfer risiko dari perbankan secara wajar dan di-cover oleh perusahaan asuransi yang memiliki produk asuransi kredit,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi