JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) dalam waktu dekat akan dibahas di parlemen. Salah satu hal yang diatur dalam bakalbeleid tersebut adalah masalah pembiayaan lembaga baru itu nanti. Rencananya, pembiayaan OJK tersebut nanti akan dibebankan pada industri yang menjadi objek pengawasan, yakni kalangan industri dari tiga sektor. Sebut saja perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank.Namun, belum lagi pembahasan resmi dimulai, usulan tentang pembebanan fee OJK pada industri ini sudah mendapat tentangan dari kalangan industri perbankan dan kalangan parlemen.Ketua Panitia Khusus OJK Nusron Wahid menuturkan, usulan pembebanan pembiayaan OJK pada industri yang diawasi tidak bisa semata-mata mendasarkan diri dari best practice di negara-negara yang telah memiliki OJK atau lembaga supervisi lainnya. "Kita harus melihat dulu status atau konstitusi di negara yang bersangkutan. Kalau konteks Indonesia, yang namanya industri dan pelakunya itu termasuk kategori warga negara sehingga hanya pelayanan khusus saja yang boleh dipungutfee," ungkapnya di Jakarta, Selasa malam (10/8).Nusron memberi analogi keberadaan Kepolisian. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan keamanan dari Kepolisian, dan institusi tersebut dibiayai oleh negara. Namun, untuk pelayanan khusus seperti pembuatan surat izin mengemudi, Kepolisian boleh memungut fee khusus pada masyarakat. "Itu filosofinya. Nah, OJK itu ya dibiayai negara, nanti kalau ada layanan khusus dari OJK misalnya untuk pendirian kantor cabang atau perizinan mungkin dia boleh memungut fee dariindustri. Cuma itu nanti akan membuat ekonomi biaya tinggi," katanya. Selain itu, pembebanan fee OJK pada industri, dia khawatirkan bakal dibebankan industri pada masyarakat. Misalnya, oleh sektor perbankan, akan membebankan itu pada bunga kredit.Ketua Tim Perumus RUU OJK Fuad Rahmany menuturkan, pembiayaan fee OJK pada industri bukan hal yang aneh karena di negara manapun, industrilah yang membiayai operasional otoritasnya. "Itu best practice di mana-mana. Cuma di Indonesia saja yang dibiayai negara yakni oleh tax payer. Padahal kan tidak semua pembayar pajak make money di industri tersebut," katanya.
Polemik Pembiayaan OJK
JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) dalam waktu dekat akan dibahas di parlemen. Salah satu hal yang diatur dalam bakalbeleid tersebut adalah masalah pembiayaan lembaga baru itu nanti. Rencananya, pembiayaan OJK tersebut nanti akan dibebankan pada industri yang menjadi objek pengawasan, yakni kalangan industri dari tiga sektor. Sebut saja perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank.Namun, belum lagi pembahasan resmi dimulai, usulan tentang pembebanan fee OJK pada industri ini sudah mendapat tentangan dari kalangan industri perbankan dan kalangan parlemen.Ketua Panitia Khusus OJK Nusron Wahid menuturkan, usulan pembebanan pembiayaan OJK pada industri yang diawasi tidak bisa semata-mata mendasarkan diri dari best practice di negara-negara yang telah memiliki OJK atau lembaga supervisi lainnya. "Kita harus melihat dulu status atau konstitusi di negara yang bersangkutan. Kalau konteks Indonesia, yang namanya industri dan pelakunya itu termasuk kategori warga negara sehingga hanya pelayanan khusus saja yang boleh dipungutfee," ungkapnya di Jakarta, Selasa malam (10/8).Nusron memberi analogi keberadaan Kepolisian. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan keamanan dari Kepolisian, dan institusi tersebut dibiayai oleh negara. Namun, untuk pelayanan khusus seperti pembuatan surat izin mengemudi, Kepolisian boleh memungut fee khusus pada masyarakat. "Itu filosofinya. Nah, OJK itu ya dibiayai negara, nanti kalau ada layanan khusus dari OJK misalnya untuk pendirian kantor cabang atau perizinan mungkin dia boleh memungut fee dariindustri. Cuma itu nanti akan membuat ekonomi biaya tinggi," katanya. Selain itu, pembebanan fee OJK pada industri, dia khawatirkan bakal dibebankan industri pada masyarakat. Misalnya, oleh sektor perbankan, akan membebankan itu pada bunga kredit.Ketua Tim Perumus RUU OJK Fuad Rahmany menuturkan, pembiayaan fee OJK pada industri bukan hal yang aneh karena di negara manapun, industrilah yang membiayai operasional otoritasnya. "Itu best practice di mana-mana. Cuma di Indonesia saja yang dibiayai negara yakni oleh tax payer. Padahal kan tidak semua pembayar pajak make money di industri tersebut," katanya.