JAKARTA. Dalam empat tahun terakhir, harga minyak di pasar dunia anjlok. Penurunan harga ini efek dari perang pasar minyak antara negara-negara Organization Petroleum Exporting Countries (OPEC) dengan Amerika Serikat (AS). Booming produksi minyak shale oil AS menyebabkan pasokan minyak dunia menjadi melimpah dan harga pun menyentuh level terendah. Info saja, pada Kamis (12/11) lalu, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember 2015 diperdagangkan seharga US$ 43,19 per barel dan minyak mentah Brent diperdagangkan seharga US$ 46,03 per barel. Penurunan harga ini bisa menggerus pendapatan negara-negara yang selama ini bergantung pada minyak, termasuk negara anggota OPEC. Nyatanya, tidak hanya perusahaan minyak dan gas (migas) yang kalang kabut atas rendahnya harga minyak dunia sampai harus melakukan efisiensi dan menunda rencana eksplorasi. Industri penunjang migas pun kena getahnya. Salah satunya adalah bisnis pesawat sewaan atawa carteran. Perusahaan yang merasakan imbas anjloknya harga minyak dunia adalah PT Pelita Air Services, anak usaha PT Pertamina. Maklum, mayoritas perusahaan bidang aviasi tersebut berasal dari carter pesawat yang mencapai 95%. Sisanya, 5% berasal dari pendapatan lain, seperti bisnis maintenance, repair and operations (MRO) mesin pesawat, Pelita Training Centre, dan lainnya.
Sebagai gambaran, dari total pendapatan carter pesawat, 8% berasal dari pengoperasian pesawat RJ-85 milik Sekretariat Negara yang sering digunakan oleh wakil presiden. Sedangkan 92% di antaranya berasal dari jasa carter pesawat perusahaan migas. Perinciannya, sekitar 60% merupakan pemasukan carter pesawat dari Conoco Phillips, Star Energy, Chevron, dan perusahaan lainnya. Lalu 40% sisanya berasal dari carter pesawat grup Pertamina. “Banyak klien yang melakukan penghematan biaya operasional, sehingga pendapatan kami turun drastis. Pendapatan kami tahun 2014 turun 30%-40% dibanding 2013,” ungkap Presiden Direktur Pelita Air Dani Adriananta tanpa mau menyebut jumlah nominalnya. Tak pelak, jajaran manajemen Pelita Air harus berpikir keras mencari cara mengompensasi kehilangan pendapatan tersebut agar kerugian tidak semakin dalam. Langkah yang diambil, antara lain menerapkan kebijakan efisiensi dengan memindahkan kantor direksi dari Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat ke Bandara Pondok Cabe di Tangerang Selatan. “Pemindahan kantor direksi sudah delapan bulan lalu. Kantor lama kami sewakan ke pihak lain,” sebut Benny Respati, Sekretaris Perusahaan Pelita Air. Pilihan pindah kantor tersebut diambil karena tidak terlalu berpengaruh terhadap operasional perusahaan ini. Selain pengalihan kantor, lini usaha MRO Pelita Air mulai menerima perawatan turbin industrial di tahun ini. Pertimbangannya, mesin turbin sama dengan mesin pesawat rotary wing. Hanya, perbedaannya adalah yang satu menggerakkan baling-baling pesawat, sedangkan turbin industrial untuk memutar pompa dan kompresor. Pugar bandara Untuk menyelamatkan roda usaha tetap berputar, Pelita Air menyiapkan rencana besar, yakni mengomersialkan Bandara Pondok Cabe. Benny menjelaskan, bandara tersebut adalah milik Pertamina tapi dioperasikan oleh Pelita Air selaku anak usaha Pertamina. Bandara Pondok Cabe memiliki luas lahan sekitar 165 hektare (ha) dengan panjang landasan 2.200 meter. Tingkat ketebalan landasan Pavement Classification Number (PCL) 50 ditambah fasilitas hanggar dan pergudangan seluas 72.000 meter persegi (m2). Masalahnya, Dani bilang, dengan profil aset sebesar itu, Bandara Pondok Cabe belum menjadi sumber pendapatan yang optimal. Pasalnya, selama ini, bandara yang sudah berumur lebih dari 40 tahun tersebut relatif tidak pernah dimanfaatkan secara komersial. Sementara, bandara yang berada di sekitar Jakarta, yakni Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, memiliki trafik yang sangat padat. “Kami tidak ingin bersaing dengan Soekarno-Hatta dan Halim, tapi ingin sebagai komplemen saja,” ujar Dini. Di luar itu, lingkungan sekitar Bandara Pondok Cabe merupakan pasar yang potensial untuk dikembangkan. Radius 5 kilometer dari bandara adalah wilayah Lebak Bulus, Bintaro, Cinere, Pamulang, dan Pondok Indah. Nah, kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah tersebut relatif baik. “Kami pun memberikan opsi kepada pemegang saham untuk merapikan dan men-upgrade bandara agar sesuai standar regulasi dan bisa dioperasikan sebagai bandara umum tipe B,” ungkap Dani. Gayung pun bersambut. Induk usaha Pertamina setuju aset miliknya itu dipugar. Dengan berbekal persetujuan ini, Pelita Air mengucurkan dana sebesar Rp 45 miliar untuk pembenahan Bandara Pondok Cabe. Anggaran ini akan dipakai untuk pelapisan landasan, pembenahan pagar, navigasi, penandaan, lampu penerangan, terminal kedatangan, dan terminal keberangkatan. Pemugaran sudah dilaksanakan sejak akhir Oktober lalu, dengan target pengerjaan selesai pada Juli 2016 mendatang. Kelak, Bandara Pondok Cabe bisa digunakan untuk operasional pesawat kecil Propeller seperti tipe ATR 72-600 dan Bombardier CRJ 1000. “Sebenarnya bandara kami siap untuk pesawat Hercules dengan berat 18 ton sekalipun. Tapi untuk awal, tes pasar pesawat kecil terlebih dahulu,” papar Dani. Sembari menunggu pemugaran bandara rampung, manajemen Pelita Air bergerak cepat dengan menawarkan fasilitas bandara kepada maskapai-maskapai penerbangan agar mengoperasikan pesawat mereka di Pondok Cabe. Salah satunya, PT Garuda Indonesia Tbk yang berhasil digaet Pelita Air (lihat boks). “Yang paling cepat memang Garuda. Maskapai lainnya sudah melakukan pembicaraan dan mulai melihat fasilitas bandara kami,” papar Dani.
Lewat komersialisasi Bandara Pondok Cabe, Pelita Air berharap bisa meraup pemasukan lai dari ground handling pesawat, parkir pesawat, perawatan pesawat, dan parkir kendaraan tamu yang datang ke bandara tersebut. Dani juga menambahkan, tahun ini sebagai masa konsolidasi dan penyehatan bagi Pelita Air. Harapannya, dengan diversifikasi bisnis, perusahaan ini akan mampu mengurangi ketergantungannya pada sumber pendapatan dari carter pesawat. Tahun depan, Pelita Air menargetkan kontribusi carter pesawat berkurang menjadi sekitar 60%-65%. Masuk ke tahun berikutnya, sumber pendapatan perusahaan bisa 50:50 antara carter pesawat dan sumber pendapatan yang lain. Jika tak ada aral melintang, tahun depan, Bandara Pondok Cabe beroperasi secara komersial dengan proyeksi pendapatan tumbuh 30%. Ujungnya, laporan keuangan perusahaan ini diharapkan tidak merah lagi. Maklum, selama 16 bulan menjabat sebagai Presiden Direktur Pelita Air, Dani mengaku, perusahaan ini masih merugi. “Kalau bisa, malah jadi biru (untung),” harap Dani. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dadan M. Ramdan