JAKARTA. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hingga kini belum diperiksa kepolisian secara
pro justicia dalam rangka pengusutan kasus penyerangannya menggunakan air keras oleh orang tak dikenal. Antara KPK dan Polri sendiri seolah 'saling tunggu' untuk memeriksa Novel yang sedang dirawat akibat penyerangan tersebut di rumah sakit di Singapura. Polri sebelumnya sudah menyatakan, keterangan Novel akan menjadi pintu masuk pengembangan kasus yang sejak terjadi pada 11 April 2017 itu belum terpecahkan.
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala mengatakan, sangat aneh dalam kasus kriminal, korbannya belum diperiksa secara
pro justicia dalam hal ini di-BAP. Padahal, dalam teori penyidikan, kata Adrianus, itu perlu mencari kejelasan suatu segitiga, yakni pelaku, korban dan bukti. Pelaku dalam kasus ini belum terungkap. Sehingga tersisa korban dan bukti. Bukti bisa berupa saksi mata, barang bukti, dan petunjuk-petunjuk. "Menariknya dalam kasus Novel ini, polisi dipaksa untuk mencari-cari dari sudut bukti, untuk kemudian mencari tahu siapa pelaku. Sementara dalam hal ini korban kelihatan tidak kooperatif. Mengapa demikian, karena dia belum pernah diperiksa secara
pro justicia, belum pernah di BAP," kata Adrianus, saat dihubungi
Kompas.com, Minggu (6/8). Sementara Novel, menurut Adrianus, lebih memilih berbicara kepada media-media. Padahal, keterangan Novel di media massa belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. "Bagi saya aneh saja Novel kan penyidik, kok lebih memilih bicara di media, sementara dia sendiri enggak pernah memberi keterangan di bawah sumpah (di BAP)," ujar Adrianus. Adrianus yakin, dalam mengusut kasus Novel, Polri akan independen meski ada isu keterlibatan petinggi polisi di kasus penyerangan itu. "Saya kira Polri pada saatnya akan balik mengatakan begini, bagaimana kami bisa optimal kalau korban saja tidak pernah kooperatif," ujar Adrianus. Sehingga untuk mengembangkan kasus agar semakin jelas, lanjut dia, semua pihak harus diekplorasi kepolisian, dalam hal ini bukti dan korban. Soal kehadiran pihak-pihak yang ingin membentuk tim independen dinilainya tidak akan membantu.
"Kalau melibatkan pihak-pihak lain, itu yang ada ilmu intel, ilmu cocokologi namanya itu. Mereka enggak tahu apa-apa," ujar Adrianus. Sebab, Adrianus menyatakan, dalam mengusut kasus kriminal, kepolisian tentu menggunakan ilmu penyidikan. Dalam hal tersebut, semuanya berangkat dari tempat kejadian perkara (
crime scene). "Di mana kemudian di situlah pelan-pelan dinaikan, dibangun seperti batu bata, dinaikan, sehingga jelaslah hubungan antara siapa pelakunya, korbannya (kan kita) sudah tahu ya, dan buktinya," ujar Adrianus. (
Robertus Belarminus) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia