JAKARTA. Kepolisian tidak bisa menetapkan Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan kroupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Jika Kepolisian nekat menetapkan Djoko sebagai tersangka untuk melokalisasi kasus ini, hal itu dinilai sebagai bentuk pelanggaran hukum.Penilaian tersebut disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Hifdzil Alim melalui pesan singkat, Minggu (25/8).Menurut Hifdzil, jika Kepolisian menetapkan Djoko sebagai tersangka sementara KPK sudah melakukan hal itu lebih dulu, maka bisa berlaku asas "nebis in idem", di mana seseorang tidak dapat dituntut kedua kalinya dalam perkara yang sama meskipun lembaga penegak hukumnya berbeda. Hakim harus menolak perkara itu disidangkan di Pengadilan."Kalau demikian, nanti akan merugikan penyidikan. Kecuali kalau Polri mau dicap sebagai pelanggar hukum dan memperuncing hubungan kelembagaan antar penegak hukum, silakan menetapkan DS (Djoko Susilo) sebagai tersangka," katanya.Dikhawatirkan, Polri nekat menetapkan Djoko sebagai tersangka untuk melindungi jenderal bintang dua itu sekaligus melindungi "bisnis" proyek simulator SIM. "Kalau mereka, Polri merasa ingin menyelamatkan DS (Djoko Susilo) bisa jadi iya. Karena dengan menyelamatkan DS (Djoko Susilo), berarti akan menyelamatkan bisnis SIM itu," ujar Hifdzil.Dia juga mengatakan seharusnya Polri bekerjasama dengan KPK dalam mengusut kasus ini. Kerjasama dapat dilakukan misalnya dengan berbagi dokumen atau data terkait kasus ini. Sementara KPK diminta bergerak cepat dengan tidak melupakan subatansi dan kualitas pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp 100 miliar itu."KPK tak perlu khawatir 'disalip Polri di tikungan' karena langkah KPK dilindungi oleh undang-undang," ucap Hifdzil.Seperti diberitakan sebelumnya, KPK dan Polri sama-sama menyidik kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM ini. Tiga orang tersangka KPK juga menjadi tersangka di Polri. Adapun Djoko, hanya menjadi tersangka di KPK. Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya dan menguntungkan diri sendiri sehingga menimbulkan kerugian negara.Dalam penyidikan kasus ini, Kepolisian lebih dulu memeriksa Djoko dibanding KPK. Jumat (25/8/2012) Kepolisian memeriksa Djoko selama enam jam. Djoko diperiksa sebagai saksi terkait pengetahuannya sebagai kuasa pengguna anggaran saat lelang terbuka pengadaan alat simulasi mengemudi di Korlantas Polri tahun 2011. Nilai pengadaan alat simulasi untuk roda dua Rp 54,4 miliar dan untuk roda empat Rp 142,4 miliar. (Kompas.com/Icha Rastika)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Polisi tak bisa tetapkan Djoko jadi tersangka
JAKARTA. Kepolisian tidak bisa menetapkan Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan kroupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Jika Kepolisian nekat menetapkan Djoko sebagai tersangka untuk melokalisasi kasus ini, hal itu dinilai sebagai bentuk pelanggaran hukum.Penilaian tersebut disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Hifdzil Alim melalui pesan singkat, Minggu (25/8).Menurut Hifdzil, jika Kepolisian menetapkan Djoko sebagai tersangka sementara KPK sudah melakukan hal itu lebih dulu, maka bisa berlaku asas "nebis in idem", di mana seseorang tidak dapat dituntut kedua kalinya dalam perkara yang sama meskipun lembaga penegak hukumnya berbeda. Hakim harus menolak perkara itu disidangkan di Pengadilan."Kalau demikian, nanti akan merugikan penyidikan. Kecuali kalau Polri mau dicap sebagai pelanggar hukum dan memperuncing hubungan kelembagaan antar penegak hukum, silakan menetapkan DS (Djoko Susilo) sebagai tersangka," katanya.Dikhawatirkan, Polri nekat menetapkan Djoko sebagai tersangka untuk melindungi jenderal bintang dua itu sekaligus melindungi "bisnis" proyek simulator SIM. "Kalau mereka, Polri merasa ingin menyelamatkan DS (Djoko Susilo) bisa jadi iya. Karena dengan menyelamatkan DS (Djoko Susilo), berarti akan menyelamatkan bisnis SIM itu," ujar Hifdzil.Dia juga mengatakan seharusnya Polri bekerjasama dengan KPK dalam mengusut kasus ini. Kerjasama dapat dilakukan misalnya dengan berbagi dokumen atau data terkait kasus ini. Sementara KPK diminta bergerak cepat dengan tidak melupakan subatansi dan kualitas pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp 100 miliar itu."KPK tak perlu khawatir 'disalip Polri di tikungan' karena langkah KPK dilindungi oleh undang-undang," ucap Hifdzil.Seperti diberitakan sebelumnya, KPK dan Polri sama-sama menyidik kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM ini. Tiga orang tersangka KPK juga menjadi tersangka di Polri. Adapun Djoko, hanya menjadi tersangka di KPK. Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya dan menguntungkan diri sendiri sehingga menimbulkan kerugian negara.Dalam penyidikan kasus ini, Kepolisian lebih dulu memeriksa Djoko dibanding KPK. Jumat (25/8/2012) Kepolisian memeriksa Djoko selama enam jam. Djoko diperiksa sebagai saksi terkait pengetahuannya sebagai kuasa pengguna anggaran saat lelang terbuka pengadaan alat simulasi mengemudi di Korlantas Polri tahun 2011. Nilai pengadaan alat simulasi untuk roda dua Rp 54,4 miliar dan untuk roda empat Rp 142,4 miliar. (Kompas.com/Icha Rastika)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News