JAKARTA. Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi payment gateway atau pembayaran secara elektronik pembuatan paspor. Denny diduga memiliki peran sentral dalam kasus tersebut. Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan mengatakan, Denny berperan menginstruksikan penunjukan dua vendor payment gateway. Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud, yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia. "Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara," ujar Anton di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/3).
Penyidik masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus ini. Namun, penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp 32.093.692.000. Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu. Anton mengatakan, manuver Denny dalam kasus ini sebenarnya kurang disetujui oleh orang-orang di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Denny tetap bersikukuh agar program tersebut harus berjalan. "Sebelumnya, ada proyek yang dilaksanakan, namanya Simponi. Ini program pembuatan paspor secara elektronik juga, malahan tidak dipungut biaya. Tapi Denny tetap mau sistem payment gateway yang berjalan," kata Anton.