Polri tetapkan empat karyawan Fintech ilegal sebagai tersangka



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan empat karyawan perusahaan fintech peer 2 peer (P2P) lending ilegal, Vloan, sebagai tersangka.

Mereka terlibat dalam kasus pornografi, pengancaman, asusila, ancaman kekerasan, dan menakut-nakuti melalui media elektronik dalam menagih pinjaman ke nasabahnya.

Vloan adalah aplikasi fintech P2P lending milik PT Vcard Technology Indonesia. Empat orang ini berperan sebagai desk collector atau orang uang menagih hutang ke nasabah secara online.


“Awalnya dikasih tahu untuk bayaR utang. Lama-lama mulai disebarkan konten pornografi, pengancaman, hingga ditakut-takuti,” kata Kasubdirt II Tindak Pidana Siber Bareskrim Ploti Kombes Rickynaldo Chairul, Selasa (8/1).

Secara rinci, keempat orang tersebut adalah Indra Sucipto (31), Panji Joliandri alias Kevin Januar (26), Roni Sanjaya alias X_X (27), dan Wahyu Wijaya alias Ismed Chaniago (22). Penangkapan tersebut terjadi dalam kurun waktu 29 November 2018 - 10 Desember 2018 di wilayah Jakarta dan Depok, Jawa Barat.

Dari penangkapan ini, Polri menyita barang bukti, terdiri dari tiga laptop, empat telepon genggam, lima kartu SIM operator, empat Kartu tanda Penduduk (KTP), dan dua kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Vloan adalah P2P lending ilegal alias tidak terdaftar dan tidak memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Vloan juga memiliki beberapa aplikasi fintech yang ada di marketplace dengan nama Supercash, Rupiah Cash, Super Dana, Pinjaman Plus, Super Dompet, dan Super Pinjaman.

Meskipun beroperasi di Indonesia, server aplikasi ini berada di daerah Zheijang, China dengan hosting server di Arizona dan New York, Amerika Serikat.

Polri mengatakan telah melebarkan pemeriksaan ke pihak-pihan lain dalam perusahaan ini. Direktur perusahaan asal Indonesia bernama Je Wei alias Clif dan tinggal di Cina. “Je Wei sudah diperiksa, nanti akan ditindaklanjuti,” kata Rickynaldo.

Motif dari keempat pelaku adalah untuk membuat nasabah cemas dan khawatir sehingga para nasabah yang menunggak akan langsung membayar tagihan pinjaman. Antara lain paraa tersangka dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 40, 29 jo Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 45 ayat (1) dan (3) Jo Pasal 27 ayat (1) dan (3), Tentang Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. 

Pasal 45B Jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 369 KUHP dan atau Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kasus ini terjadi melalui media online sehingga masuk ke ranah UU Informasi dan Transaksi Elektronik. UU ini memberlakukan delik aduan sehingga memang harus ada aduan terlebih dahulu.

Oleh karena itu, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing menghimbau masyarakat untuk tidak segan-segan melapor ke kepolisian jika mendapat terror, pelecehan, atau tindakan yang membahayakan jiwa dari fintech ilegal ini.

“Himbauan kami kepada masyarakat, gunakanlah fintech lending yang terdaftar di OJK. Sekarang jumlahnya sudah ada 88 fintech terdaftar,” kata dia. 

Sebagai tambahan, tercatat kerugian dari para korban adalah, salah satu dari mereka  ada yang harus diberhentikan dari pekerjaannya, menangung malu akibat penyebaran utang pada seluruh kontak yang terdapat pada HP korban.

Selain itu, merasa juga terintimidasi dengan perkataan kasar dari para tersangka dan menjadi korban pelecehan seksual dari tersangka yang  mengirimkan berbagai konten serta perkataan pornografi dalam group “Whatsapp” yang mereka buat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli