Pom bensin mini dengan laba tak mini



KONTAN.CO.ID - Penjual bensin eceran tak jarang jadi penyelamat para pengendara kendaraan bermotor saat di tengah perjalanan bahan bakar menipis bahkan habis, tetapi letak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) masih jauh.

Keberadaan pengecer bensin di pedesaan juga sangat membantu warga setempat yang memiliki kendaraan bermotor. Mereka tidak perlu jauh-jauh pergi ke pom bensin yang biasanya ada di kota kecamatan.

Tak hanya di pedesaan, di tengah kota pun, termasuk Jakarta, masyarakat tetap membutuhkan kehadiran para penjual bensin ketengan. Sekalipun, posisi SPBU terdekat hanya berjarak ratusan meter.


Dan, peluang yang menarik itu melahirkan inovasi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pedagang bensin eceran tidak lagi menjual BBM dalam wadah botol kaca atau plastik.

Layaknya SPBU, mereka menjajakan bensin menggunakan dispenser lengkap dengan selang dan mulutnya (nozzle). Namanya: Pertamini, singkatan dari Pertamina mini yang mulai populer pada 2013 lalu.

Cuma, pom bensin mini ini bukan kepanjangan tangan resmi PT Pertamina, ya. Yang jelas, Pertamini jadi nama generik pom bensin mini tersebut.

Pertamini pun bertransformasi. Dari dispenser manual menggunakan tabung takar ukuran lima liter menjadi digital seperti yang ada di SPBU-SPBU. Bahkan, memiliki dua nozzel yang bisa menyalurkan dua jenis bahan bakar sekaligus, yakni Pertalite dan Pertamax.

Kelebihannya, menurut Udin Syamsudin, pemilik Pertamini di daerah Bogor, dengan memakai alat itu, pembeli jadi lebih yakin volume bensin sesuai harga yang mereka bayar.

Udin sendiri mulai mencoba peruntungan di bisnis Pertamini sejak akhir 2013. Sebelumnya, ia hanya menjual bensin eceran dalam wadah botol. “Terjadi peningkatan penjualan hingga 30% setelah menjual menggunakan Pertamini,” ungkapnya.

Pasokan bensin

Dalam sehari, kini Udin mampu menjual total 100 liter hingga 150 liter Pertalite dan Pertamax. Dia menjual Pertalite seharga Rp 9.000 per liter, selisih Rp 1.200 dengan harga jual di SPBU.

Jika sehari rata-rata terjual 100 liter saja, maka Udin bisa mengantongi untung Rp 120.000 per hari atau Rp 3,6 juta sebulan. Lumayan, bukan?

Pengusaha lain yang mendapat berkah dari Pertamini adalah Kuswardi asal Ciputat, Tangerang Selatan. Memulai usaha pom bensin mini semenjak pertengahan 2014, sekarang ia sudah punya empat Pertamini yang tersebar di Ciputat, Tanah Kusir, Parung, Pamulang.

Dalam sehari, Kus, nama panggilan Kuswardi, rata-rata bisa melego hingga 100 liter BBM di masing-masing lokasi Pertamini miliknya. “Paling banyak di Parung yang bisa mencapai 120 liter per hari,” sebut dia.

Untuk margin per liter Pertalite, Kus mendapatkan Rp 1.250 sedangkan seliter Pertamax sebesar Rp 1.100. Alhasil, dari empat mesin Pertamini, sebulan ia sanggup menghasilkan laba  paling dikit Rp 13 juta.

Kebanyakan pembeli yang datang, Kus mengatakan, adalah pengendara sepeda motor. “Persentasenya sekitar 70% dan 30% antara motor dengan mobil serta angkot,” kata dia.

Untuk stok, biasanya Udin membeli BBM ke SPBU untuk dua hari sekaligus. Sekali belanja, ia mendapatkan jatah dari SPBU maksimal 300 liter.

Sejatinya, kapasitas penampungan mesin Pertamini miliknya hanya 200 liter. Untuk menyiasatinya, dia menggunakan beberapa jeriken untuk menampung kelebihan BBM.

Sebab, Udin harus menghitung ongkos operasional angkot untuk membawa 300 liter bahan bakar. “Biar lebih hemat operasional,” ujarnya.

Sama seperti Udin, Kus pun memperoleh jatah maksimal sebanyak 200 liter hingga 300 liter per hari dari SPBU. Sekali beli, ia memborong seluruh jatah bahan bakar tersebut.

Biasanya, para pemilik Pertamini datang ke SPBU untuk membeli BBM di atas jam 11 malam. Ini sudah jadi kesepakatan umum dengan para pengelola SPBU. Tujuannya, tentu untuk menghindari antrean panjang yang merugikan pembeli bahan bakar lainnya.

Tempat strategis

Nah, untuk memulai bisnis ini, menurut Kus tidak lah sulit. Banyak produsen mesin Pertamini yang menawarkan produk buatan mereka secara online.

Saat ini, harganya berkisar Rp 8 juta hingga 10 juta per mesin untuk pompa manual. Sementara harga mesin digital bisa mencapai Rp 25 juta per unit.

Selanjutnya, mencari lokasi penjualan yang strategis atau di pinggir jalan raya. Pemilihan tempat sangat penting. Makin banyak kendaraan lalu lalang melewati kios Pertamini milik Anda, peluang untuk didatangi pembeli semakin besar.

Soalnya, Kus bercerita, dirinya pernah pindah lokasi karena pom bensinnya kurang laku. Ya, itu tadi, lokasinya bukan di pinggir jalan raya yang ramai kendaraan bermotor.

Yang tidak kalah penting adalah meminta izin dari pihak berwenang setempat. Kus bilang, biasanya perizinan berbeda-beda tergantung wilayah lantaran memang tidak ada aturan baku.

Contoh, untuk daerah Ciputat, Parung, dan Pamulang, cukup meminta izin tertulis berdagang BBM eceran dari kelurahan setempat.

Sedangkan untuk kawasan Tanah Kusir, permohonan izin sampai tingkat kecamatan. “Paling dikenakan biaya administrasi Rp 100.000 dan bayar keamanan per bulan Rp 20.000– Rp 30.000,” imbuh Kus.

Begitu juga di Bogor. Udin menyebutkan, pengajuan izin jualan BBM eceran hanya sampai level kelurahan saja. “Enggak ribet, kok,” ucap dia.

Tentu saja berikutnya menjalin kongsi dengan pengelola SPBU terdekat untuk bisa mendapatkan pasokan rutin. Cukup dengan pengelola SPBU, tidak perlu sampai Pertamina

Memang, sih, dua tahun lalu Pertamina mengeluhkan keberadaan Pertamini yang menjamur. Udin juga mendengar, perusahaan energi milik pemerintah itu akan melakukan razia lantaran mereka menilai usaha Pertamini melanggar aturan.

Tapi sampai sekarang, Udin dan rekan-rekan sesama pengusaha Pertamini masih aman-aman saja. “Tidak pernah ada penutupan dan sejenisnya, bahkan jumlah Pertamini semakin banyak,” tambah Udin.

Sebenarnya, Udin menilai, keberadaan Pertamini menguntungkan semua pihak. Konsumen senang ada sumber BBM yang lokasinya dekat dan terjangkau. Sedang buat Pertamina dan pengelola SPBU, penjualan mereka bisa meningkat karena terbantu pengecer.

Siapa yang tertarik?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan