Populasi sapi dan kerbau merosot



JAKARTA. Populasi ternak sapi dan kerbau menurun dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan hasil sensus pertanian tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei lalu, jumlah populasi sapi dan kerbau mencapai 14,2 juta ekor atau turun 15,3% dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 16,7 juta ekor.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, penurunan populasi sapi dan kerbau dalam negeri tersebut disebabkan kebijakan pemerintah yang memangkas alokasi impor sapi bakalan yang cukup drastis.

"Karena suplai dari impor berkurang, namun kebutuhan masih tinggi sehingga banyak sapi lokal yang dijual ke daerah lain atau dipotong," kata Suryamin, Senin (2/9).


Survei dilakukan terhadap 33 provinsi di Indonesia. Beberapa provinsi yang mengalami penurunan populasi adalah Jawa Timur, Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Di Jawa Timur misalnya, pada tahun 2011, populasi sapi dan kerbau sebanyak 5,05 juta ekor. Tahun ini, populasi sapi dan kerbau turun 24,22% menjadi 3,83 juta ekor.

Hal yang sama juga terjadi di provinsi Jawa Tengah, populasi sapi dan kerbau turun menjadi 1,65 juta ekor pada tahun 2013. Bahkan di sentra sapi seperti Bali juga mengalami penurunan dari 639.800 ekor menjadi 478.700 ekor.

Sisi lain, ada provinsi yang mencatat kenaikan populasi sapi dan kerbau. Namun tidak banyak. Di Sulawesi Tengah, kenaikan populasi sapi dan kerbau hanya 7,86% dari 234.000 ekor menjadi 252.400 ekor. Lalu di Sulawesi Tenggara, kenaikan populasi sapi dan kerbau juga tidak sampai 10%. Tahun 2013, populasi sapi dan kerbau di Sulawesi Tenggara sebanyak 231.700 ekor.

Salah asumsi

Ketua Umum Dewan Daging Sapi Nasional (DDSN) Soehadji tidak terkejut dengan hasil sensus BPS tersebut. "Kita sudah menduga hasilnya akan seperti ini," kata Soehadji kepada Kontan.

Menurutnya ada dua faktor penyebab penurunan populasi sapi dan kerbau. Selain faktor penurunan jumlah impor sapi bakalan dan daging secara drastis, tingginya asumsi pemerintah untuk mengkonversi sapi dengan daging karkas yang terlalu tinggi turut berpangaruh terhadap tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan. 

Kemtan menghitung untuk satu ekor sapi dapat menghasilkan sebanyak 170 kilogram (kg) daging karkas. Padahal berdasarkan perkiraan DDSN, satu ekor sapi hanya dapat menghasilkan 161 kg daging karkas. "Sapi lokal relatif bobotnya kecil dibandingkan impor," ujar Soehadji.

Teguh Boediyana, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) mengatakan pembiaran terhadap pemotongan sapi betina produktif juga ikut menyumbang terjadinya penurunan populasi sapi dan kerbau.

Teguh juga mengusulkan agar BPS tidak hanya merilis survei populasi sapi dan kerbau, tetapi juga populasi sapi siap potong dan jenisnya. Tujuannya supaya pemerintah bisa mengambil kebijakan dengan tepat.

Walau demikian, berdasarkan perkiraan DDSN, dari populasi sapi yang ada saat ini, sebanyak 17% merupakan stok sapi dan kerbau siap potong. Dari jumlah tersebut, sebesar 46% merupakan betina, sedangkan 54 jantan.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro mengatakan, pihaknya sangat menghormati hasil sensus yang dilakukan oleh BPS tersebut.

"Itu baru angka sementara. Selanjutnya kita perlu memastikan apakah yang turun itu sapi potong atau sapi perah atau kerbau," kata Syukur. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fitri Arifenie