Populer Istilah Greenflation alias Green Inflation Usai Debat Cawapres, Apa itu?



MOMSMONEY.ID - Saat debat calon wakil presiden, Minggu (21/1), dalam sesi tanya jawab antar calon wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka menanyakan kebijakan apa yang akan dilakukan Mahfud MD soal greenflation. Apa itu greenflation

Seperti diketahui, ketergantungan manusia pada energi fosil saat ini sudah dianggap sebagai bahaya yang mengancam bumi.

Melansir laman Europe Central Bank (ECB), bahkan penggunaan energi fosil sudah dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional, kebebasan dan demokrasi. 


Salah satu tugas mengatasi ancaman ini adalah mempercepat transisi menuju energi terbarukan. Misalnya, menggunakan panel surya untuk listrik pengganti penggunaan batubara juga membangun pembangkit tenaga air.

Ini bisa menjadi upaya kita bebas dari ketergantungan fosil dan menghasilkan ekonomi yang lebih hijau. 

Baca Juga: Demo Rompi Kuning disebut Gibran Saat Debat Cawapres, Apa Itu?

Sehingga, dalam melakukan transisi ke energi terbarukan, diperlukan investasi pada teknologi dan fasilitas baru. Kesimpulannya, ada harga yang perlu dibayar untuk jadi lebih ramah lingkungan.

Selagi membangun ekonomi yang berkelanjutan, maka kita akan menghadapi era baru yaitu inflasi energi. 

Dalam artikelnya, ECB menyebutkan, era baru inflasi energi ada tiga yakni climmateflation, fossilfation dan greenflation.

Climmateflation adalah adanya kenaikan harga karena perubahan iklim dan adanya cuaca buruk yang ekstrem. Misalkan, kekeringan di sebagian besar dunia membuat harga bahan pangan naik.

Fossilfation adalah kondisi kenaikan harga bahan bakar fosil (minyak dan gas). Salah satu faktornya adalah karena upaya mengatasi perubahan iklim yang juga membuat kerusakan lingkungan jadi lebih terlihat.

Di sisi lain banyak investor yang mengurangi penggunaan energi fosil sehingga biaya pendanaan naik dan produksi minyak mentah jadi lmelambat. 

Nah, lalu apa itu greenflation? Greenflation adalah kenaikan harga yang terjadi karena tingginya permintaan mineral untuk mengurangi emisi karbon tidak diimbangi dengan jumlah pasokan yang terbatas. 

Singkatnya, saat ini banyak perusahaan mulai beradaptasi dengan mengurangi emisi karbon dalam proses produksinya. Teknologi hijau ini membutuhkan sejumlah besar logam dan mineral seperti tembaga, litium dan kobalt dalam masa transisi.

Baca Juga: Istilah Carbon Capture and Storage Mengemuka Setelah Debat Cawapres, Ini Artinya

Mobil listrik misalnya membutuhkan enam kali lebih banyak mineral dibandingkan kendaraan konvensional. Pembangkit listrik tenaga air juga membutuhkan tujuh kali lebih banyak logam dibanding pembangkit listrik tenaga gas. 

Sehingga, upaya dekarbonisasi ini akan membuat permintaan logam dan mineral semakin tinggi di masa depan.

Sayangnya dari sisi suplai masih terbatas karena membutuhkan 5-10 tahun untuk membangun tambang baru. Alhasil, ini membuat harga komoditas penting meningkat dalam beberapa bulan. Hal ini kemudian disebut sebagai greenflation. 

Kondisi ini menyebabkan paradoks dalam membangin krisis iklim yaitu semakin cepat dan penting bagi kita transisi ke ekonomi hijau maka semakin mahal biaya yang akan dikeluarkan.

Namun, sejauh ini greenflation meiliki dampak jauh lebih kecil kepada konsumen akhir dibandingkan fossilfation.

Nah, mengacu pada batasan istilah di atas, maka bisa dikatakan bahwa demo rompi kuning di Prancis adalah dampak dari fossilfation bukan greenflation. 

Sebab, demo tersebut sebagai reaksi atas kenaikan pajak karbon di Prancis sebagai upaya mengurangi emisi karbon dengan tujuan akhir mengatasi krisis iklim dan kerusakan lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Benedicta Alvinta