JAKARTA. Meskipun ada tekanan eksternal yang menyeret pasar obligasi, kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) masih tumbuh 20,97% sepanjang tahun 2015. Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, secara year to date hingga Selasa (29/12), porsi asing pada SBN domestik yang dapat diperdagangkan menggemuk 20,97% dari posisi Rp 461,35 triliun menjadi Rp 558,11 triliun. Menurut Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar, kepemilikan asing pada pasar Surat Utang Negara (SUN) sempat terkoreksi pada tahun 2015. Maklum, valuasi rupiah menyentuh level Rp 14.700 per dollar AS pada kuartal III 2015. Tertekannya rupiah tak lepas dari spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed. Ketidakpastian global yang tinggi menyeret kinerja rupiah. Apalagi aksi China mendevaluasi mata uang yuan juga menambah katalis negatif. Investor asing memang cukup reaktif terhadap kinerja mata uang Garuda. Sebab, mereka khawatir bakal merugi setelah mengonversikan hasil transaksi dari rupiah menjadi dollar AS. Namun, setelah The Fed mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 0,25% - 0,5% pada pertengahan Desember 2015, ketidakpastian eksternal tersebut pun jauh berkurang. Apalagi tekanan dari aksi China juga sudah memudar. Investor asing cukup gencar masuk ke pasar SBN domestik. Lihat saja valuasi rupiah pada Rabu (30/12) yang ditutup di level Rp 13.788 per dollar AS. Sentimen positif juga berasal dari pertumbuhan ekonomi Indonesia per kuartal III 2015 yang dilaporkan 4,73%, lebih besar ketimbang pencapaian kuartal II 2015 sekitar 4,67%. “Di antara negara-negara serupa, ekonomi Indonesia terbaik kedua setelah India,” terangnya. Mark Prawirodidjojo, Research Analyst Infovesta Utama menjelaskan, ada beberapa faktor domestik yang menyokong penambahan porsi asing dalam pasar obligasi pemerintah sepanjang tahun 2015. Pertama, terjaganya inflasi dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan inflasi Tanah Air periode Januari 2015 – November 2015 tercatat di level 2,37%. Kedua, stabilnya suku bunga Bank Indonesia (BI) yang bertengger di level 7,5%. Ketiga, aksi pemerintah yang meluncurkan delapan paket kebijakan guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. “Ditambah lagi, spread yield SUN terhadap inflasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara regional turut mendorong masuknya investor asing ke pasar SUN,” paparnya. Mengacu AsianBondsOnline per 30 Desember 2015, yield SUN 10 tahun Indonesia mencapai 8,75%. Angka tersebut lebih atraktif ketimbang yield obligasi pemerintah Malaysia bertenor sama sebesar 4,23%, Filipina 4,09%, Singapura 2,41%, Thailand 2,51%, serta Vietnam 7,2%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Porsi asing di SBN terbang 20,97%
JAKARTA. Meskipun ada tekanan eksternal yang menyeret pasar obligasi, kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) masih tumbuh 20,97% sepanjang tahun 2015. Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, secara year to date hingga Selasa (29/12), porsi asing pada SBN domestik yang dapat diperdagangkan menggemuk 20,97% dari posisi Rp 461,35 triliun menjadi Rp 558,11 triliun. Menurut Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Anil Kumar, kepemilikan asing pada pasar Surat Utang Negara (SUN) sempat terkoreksi pada tahun 2015. Maklum, valuasi rupiah menyentuh level Rp 14.700 per dollar AS pada kuartal III 2015. Tertekannya rupiah tak lepas dari spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed. Ketidakpastian global yang tinggi menyeret kinerja rupiah. Apalagi aksi China mendevaluasi mata uang yuan juga menambah katalis negatif. Investor asing memang cukup reaktif terhadap kinerja mata uang Garuda. Sebab, mereka khawatir bakal merugi setelah mengonversikan hasil transaksi dari rupiah menjadi dollar AS. Namun, setelah The Fed mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 0,25% - 0,5% pada pertengahan Desember 2015, ketidakpastian eksternal tersebut pun jauh berkurang. Apalagi tekanan dari aksi China juga sudah memudar. Investor asing cukup gencar masuk ke pasar SBN domestik. Lihat saja valuasi rupiah pada Rabu (30/12) yang ditutup di level Rp 13.788 per dollar AS. Sentimen positif juga berasal dari pertumbuhan ekonomi Indonesia per kuartal III 2015 yang dilaporkan 4,73%, lebih besar ketimbang pencapaian kuartal II 2015 sekitar 4,67%. “Di antara negara-negara serupa, ekonomi Indonesia terbaik kedua setelah India,” terangnya. Mark Prawirodidjojo, Research Analyst Infovesta Utama menjelaskan, ada beberapa faktor domestik yang menyokong penambahan porsi asing dalam pasar obligasi pemerintah sepanjang tahun 2015. Pertama, terjaganya inflasi dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan inflasi Tanah Air periode Januari 2015 – November 2015 tercatat di level 2,37%. Kedua, stabilnya suku bunga Bank Indonesia (BI) yang bertengger di level 7,5%. Ketiga, aksi pemerintah yang meluncurkan delapan paket kebijakan guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. “Ditambah lagi, spread yield SUN terhadap inflasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara regional turut mendorong masuknya investor asing ke pasar SUN,” paparnya. Mengacu AsianBondsOnline per 30 Desember 2015, yield SUN 10 tahun Indonesia mencapai 8,75%. Angka tersebut lebih atraktif ketimbang yield obligasi pemerintah Malaysia bertenor sama sebesar 4,23%, Filipina 4,09%, Singapura 2,41%, Thailand 2,51%, serta Vietnam 7,2%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News