KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan perdagangan Indonesia pada sektor jasa. Salah satunya adalah dengan mewajibkan kegiatan ekspor batubara dan minyak kelapa sawit (crude palm oil atau CPO), serta impor beras dan pengadaan barang pemerintah untuk menggunakan asuransi nasional. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan, aturan ini bakal menaikkan premi asuransi, khususnya asuransi muatan laut (marine cargo insurance). Menurut dia, selama ini asuransi tersebut baru mencakup 10% dari total premi asuransi umum. Per Desember 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah pendapatan premi asuransi umum mencapai Rp 69,9 triliun.
Meskipun berpotensi mengerek premi asuransi umum, AAUI tidak bisa menjabarkan besaran kenaikan premi asuransi muatan laut tersebut. "AAUI membuat proyeksi pertumbuhan secara total 10% untuk 2019 tanpa breakdown per lini bisnis," kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (21/1). Direktur Utama Asuransi Wahana Tata (Aswata) Christian Wanandi mengatakan, per 2018 porsi asuransi muatan lautnya berada di kisaran 6%-7%. Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan 2017, jumlah pendapatan premi Aswata mencapai Rp 2,13 triliun. Dengan adanya aturan ini, Christian memprediksi pertumbuhan asuransi ini bisa mencapai 15%. Sementara itu, Direktur Operasi Ritel Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Sahata L. Tobing mengatakan, premi asuransi muatan lautnya masih rendah, yaitu di kisaran Rp 150 miliar. Jika membandingkan dengan premi bruto Jasindo per 2017 yang sebesar Rp 5,36 triliun, maka asuransi muatan laut Jasindo baru mencakup 2,8% total premi asuransinya. Sementara itu Direktur Asuransi Central Asia (ACA) Debbie Wijaya mengatakan, per 2018, asuransi muatan laut baru mencapai 4% dari total portofolionya atau senilai dengan Rp 122,5 miliar.