KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam lima tahun terakhir, porsi belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih menjadi belanja terbesar yang menyedot anggaran pemerintah pusat. Ini tentunya mengalahkan belanja modal, subsidi atau belanja lainnya dalam anggaran belanja pemerintah pusat. Kini, pada tahun 2023, belanja pegawai juga menjadi yang terbesar dalam dan trennya terus melaju. Tercatat, pada tahun 2023, belanja pegawai mencapai Rp 442,54 triliun. Porsi belanja ini mengalahkan belanja barang dan modal serta belanja bantuan sosial (bansos). Belanja pegawai pada tahun ini juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang sebesar Rp 426,52 triliun.
Selain itu, pemerintah juga memutuskan untuk menaikkan tunjangan kinerja (tukin) Pegawai Negeri Sipil (PNS) di beberapa kementerian/lembaga (K/L). Oleh karena itu, porsi belanja pegawai yang terus melaju serta adanya kenaikan menimbulkan pertanyaan lantaran berpotensi menambah APBN. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa porsi belanja pegawai yang terlalu besar dalam anggaran pemerintah pusat sudah sangat memberatkan APBN. Hal ini juga dinilai tidak tepat dalam menjalankan reformasi birokrasi.
Baca Juga: APBD Lebih Banyak Digunakan Untuk Snack, Rapat & Perjalanan Dinas, Ini Respons Jokowi "Jadi sekarang saya pikir kalau saya kaitkan dengan APBN ya beban belanja pegawai sudah terlalu banyak, sudah terlalu berat," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (19/6). Menurutnya, apabila tujuan pemerintah adalah untuk melakukan reformasi birokrasi, maka porsi seluruh belanja pegawai dalam APBN harus diturunkan. Terlebih lagi, memasuki tahun politik maka dikhawatirkan anggaran yang berkaitan dengan belanja pegawai rentan di politisasi. Terlebih lagi, kata Bhima, defisit APBN akan ditargetkan di bawah 3%, sementara ruang fiskal APBN juga sudah terpakai untuk belanja rutin seperti pembayaran bunga utang sebesar Rp 441 triliun. Bahkan dirinya menduga bahwa pembayaran bunga utang pada tahun depan bisa mencapai Rp 450 triliun hingga Rp 480 triliun. Oleh karena itu, Ia bilang, ruang fiskal dari penghematan belanja pegawai tersebut bisa digunakan untuk menstimulus sektor-sektor usaha yang berpotensi dihantam badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Industri butuh banyak sekali stimulus-stimulus dari pemerintah karena PHK terus," katanya. Di sisi lain, Bhima juga menyayangkan belanja perjalanan dinas PNS yang biasanya memakan anggaran yang sangat besar. Padahal relevansi terhadap program yang dilakukan juga belum tentu sebesar anggaran birokrasinya. "Jadi tolong ya pemerintah, aspek birokrasinya pada
line government bukan pada pemerintahan yang gemuk birokrasinya karena itu juga akan berpengaruh terhadap minat investasi dan
higt cost economy (ekonomi biaya tinggi)," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari