KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian ESDM dan PT PLN akhirnya merampungkan RUPTL 2021-2030. Tercatat energi baru terbarukan dalam pedoman proyek pembangkit itu bertambah menjadi 51,6% dari total proyek 40.575 MW antara 2021-2030. Padahal, dalam panduan proyek sebelumnya porsi EBT hanya 35% dan porsi PLTU bisa 65%. Penyusunan RUPTL 2021-2030 memakan waktu panjang, mestinya sudah diselesaikan sebelum tahun 2021 agar bisa menjadi panduan investasi di 2021-2030. bahkan proses penyusunan RUPTL 2021-2030 memakan empat kali revisi. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengakui bahwa proses penyusunan RUPTL 2021-2030 melalui proses yang panjang meskipun bisa juga diselesaikan pada September 2021.
"RUPTL 2021-2030 merupakan yang paling green sebagai landasan untuk mencapai karbon netral pada 2060," tegas Zulkifli pada acara Webinar diseminasi RUPTL PLN 2021-2030, Selasa (5/10). Zulkifli mengatakan, RUPTL ini disebut paling green karena porsi EBT pada rencana pembangkit baru mencapai 51,6% atau 20.923 MW. Adapun sisanya dari pembangkit fosil 48,4% atau 19.652 MW. Ada beberapa program yang dilaksankan PLN untuk mencapai target EBT sebesar itu, Zulkfli berjanji, PLN akan meningkatkan keberhasilan Commercial Operation Date (COD) PLTP dan PLTA yang besar kontribusinya terhadap bauran energi. Kemudian, program dedieselisasi PLTD terbesar menjadi PLTS sebesar 1,2 GW peak dengan battery. PLN juga akan melakukan pembangunan PLTS 4,7 GW dan PLTB 0,6 GW. Tak hanya itu, pihaknya juga akan implementasi co-firing biomassa pada PLTU yang diperkirakan akan meningkatkan bauran energi sekitar 6%. "Progam selanjutnya setelah 2025 adalah mengganti PLTU berbasis batubara dengan PLT EBT base sebesar 1 GW serta melakuan pemensiunan 1,1 GW PLTU sub-critical di Muara Karang, Tanjung Priok, Tambak Lorok, Gresik pada 2030," kata Zulkifli. Dalam pengembangan pembangkit EBT, Zulkfli mengatakan, PLN telah memperhitungkan keseimbangan antara supply dan demand, kesiapan sistem, keekonomian dan diikuti dengan kemampuan domestik untuk memproduksi EBT sehingga ke depan Indonesia tidak hanya menjadi hanya negara pengimpor EBT belaka.
Rida Mulyana Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM mengatakan, lamanya penyusunan ini juga dipengaruh oleh berbagai kecenderungan global. Rida mencontohkan, seperti menguatnya tuntuan negara dan konsumen besar atau internasional terhadap produk hijau. "Lamanya penyusunan RUPTL ini dipengaruhi perkembangan kebijakan di tingkat nasional seperti dorongan transisi energi, dorongan mempercepat penterasi EBT dan efisiensi dalam pengolahan sistem tenaga listrik," ujar Rida. Kata dia, RUPTL merupakan barometer investasi dan cerminan kebijakan pemerintah dalam sektor ketenagalistrikan. "Setiap satu tahun pemegang wilayah usaha tersebut termasuk PLN dapat melakukan evaluasi RUPTL secara berkala, evaluasi RUPTL tersebut termasuk evaluasi karena proyeksi kebutuhan tenaga listrik," ujar Rida. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini