Porsi Indonesia di KCIC akan dikurangi, recurring income bakal berkurang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Biaya pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung diprediksi membengkak. Berdasarkan informasi yang diterima dari Direktur Utama PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) Agung Budi Waskito saat ini tim di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tengah melakukan penghitungan cost overrun, yang diperkirakan sekitar 20% dari nilai awal. 

Proyek kerjasama Indonesia-China yang digarap sejak 2016 silam memiliki nilai investasi atau nilai proyek US$ 6,07 miliar. 

Saat ini Wijaya Karya tengah bernegosiasi dengan pihak China untuk mengurangi porsi Indonesia, supaya cost overrun ini tidak begitu membebani operasional WIKA. 

Apalagi porsi WIKA di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) ini cukup besar yaitu 38%. Adapun dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini, PSBI memiliki porsi 60%. 

Sementara itu Corporate Finance Group Head Jasa Marga Eka Setya Adrianto tidak mau berkomentar banyak. Seperti diketahui porsi JSMR dalam PSBI bisa dikatakan minoritas dengan besaran hanya 12%.

Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) nego dengan China soal porsi saham Kereta Cepat Jakarta-Bandung

"Mungkin lebih tepat tanyanya ke pemegang saham mayoritas, kalau kita hanya minoritas," jelas Adri kepada Kontan.co.id, Kamis (15/4). 

Analis Sucor Sekuritas Joey Faustian menjelaskan bisnis Kereta Cepat Jakarta Bandung ini mirip dengan bisnis jalan tol, yaitu perlu waktu yang lama untuk mature atau memberikan return yang baik. 

Dus bisnis ini diprediksi baru bisa memberikan return yang baik dalam jangka waktu 5 tahun-10 tahun. Sedangkan pada tahap awal, memang akan banyak beban yang harus ditanggung dan bisa berpotensi mengalami kerugian terlebih dahulu. 

Dus diperlukan kapasitas yang besar untuk bisa menjalankan proyek ini. Di sisi lain, apabila dibandingkan dengan China, kapasitas Indonesi dinilai lebih terbatas. Padahal potensi pendapatan dari kereta cepat ini dinilai cukup bagus. 

"Saya rasa negosiasi dengan China tidak akan ada kendala, justru China mungkin akan senang dengan porsi yang lebih besar karena potensi revenue dari kereta cepat ini bagus sekali, menghubungkan Jakarta Bandung bahkan ada potensi hingga Surabaya," jelas Joey. 

Lebih lanjut, dengan kepemilikan PSBI dalam proyek ini sebesar 60% dan Wijaya Karya punya kepemilikan 38% di PSBI, maka WIKA memiliki kepemilikan 22,8% di KCIC. 

Apabila ada pembengkakan biaya dan negosiasi tidak berhasil, maka beban yang akan ditanggung WIKA akan lebih besar ketimbang JSMR yang hanya menggenggam kepemilikan 12% di PSBI. 

Namun pembengkakan ini diprediksi tidak akan banyak berpengaruh pada kinerja saham WIKA, lantaran kinerja emiten pelat merah ini juga terus menunjukkan pemulihan.

Apabila negosiasi berjalan lancar, dan kepemilikan Indonesia berkurang maka otomatis potensi pendapatan berulang (recurring income juga akan berkurang. "Long runnya otomatis potensi recurring income yang bisa didapat dari kereta cepat saat sudah beroperasi akan berkurang," imbuhnya. 

Seperti diketahui KCIC merupakan perusahaan patungan antara BUMN melalui PSBI dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd, dengan bisnis utama di sektor transportasi publik. KCIC saat ini merupakan pemilik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional sesuai Perpres 3/2016.

Panjang trase Kereta Cepat Jakarta Bandung ini mencapai 142,3 km dengan 4 stasiun pemberhentian di Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar. Awalnya kereta cepat ini ditargetkan bisa beroperasional pada 2021, namun kabarnya target operasional ini bakal mundur di tahun 2022. 

Selanjutnya: Strategi WIjaya Karya (WIKA), mulai dari holding hotel hingga penerbitan obligasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi