Porsi kepemilikan investor ritel di SBN menurun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasokan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer tergolong terbatas, sehingga kepemilikan investor ritel di SBN jumlahnya selalu lebih kecil daripada investor institusi.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan per Selasa (25/2), porsi kepemilikan ritel atau individu sebesar 2,94%. Porsi tersebut merosot dari data per Desember 2018 yang tercatat porsi kepemilikan ritel di SBN sebesar 3%.

Ifan Mohamad Ihsan, analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mengatakan, turunnya porsi ritel di SBN disebabkan pasokan di pasar primer SBN yang masih tergolong mini.


Selain itu, pasokan SBN di pasar primer juga umumnya selalu lebih banyak dibeli investor institusi dengan nilai jumbo. Per 20 Februari, Ifan mencatat, kepemilikan investor institusi mencapai Rp 151,6 triliun. "Hal ini tentunya akan menggerus porsi ritel di kepemilikan SBN," kata Ifan, Rabu (27/2).

Porsi kepemilikan ritel di SBN pun tetap minim meski pemerintah telah menerbitkan SBN khusus ritel, seperti Saving Bond Ritel seri SBR005 dan Sukuk Tabungan seri ST003 di dua bulan pertama tahun ini. Ifan mengingatkan, kedua instrumen tersebut tidak memiliki fitur untuk diperdagangkan di pasar sekunder dan lebih cocok masuk dalam saving instrument. Sementara, DJPPR hanya mencatat instrumen surat utang yang dapat diperdagangkan.

Senada, Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja mengatakan, porsi kepemilikan ritel yang turun di SBN disebabkan pertumbuhan kepemilikan SBN oleh institusi, asuransi, dana pensiun, bank dan asing yang lebih pesat. "Karena kue totalnya membesar jadi porsi ritel berkurang," kata Eric.

Ke depan, Eric memproyeksikan, porsi ritel di SBN akan tetap baik dengan stabil di sekitar porsi 3%. Tak dipungkiri, untuk menambah porsi ritel yang lebih besar artinya pertumbuhan investor ritel harus lebih besar dari yang lain. Hal ini menjadi sulit tercapai karena edukasi mengenai surat utang negara (SUN) masih minim bagi masyarakat.

"Sulit untuk tembus lebih besar dari institusi dan lainnya," kata Eric. Menurut Eric, kunci agar porsi investor ritel berkembang pesar adalah perlu kebijakan atau insentif pajak pada kupon dikurangi, misalnya menjadi 10% atau 5%.

Sementara, Ifan berharap aksi pemerintah memperkuat basis investor ritel terutama dengan menerbitkan instrumen SBN berbasis ritel seperti Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Ritel (Sukri), SBR dan ST sebanyak 10 kali di tahun ini, bisa memicu pertumbuhan investor ritel nantinya.

"Apalagi, jika dilihat dari historical penerbitan, saat ini kaum milenial dianggap susah untuk diajak berinvestasi tetapi kini mulai banyak yang tertarik untuk berinvestasi di SBN ritel tersebut," kata Ifan. Langkah pemerintah ini, pasti akan menjadi sentimen positif dalam mendorong porsi kepemilikan ritel di SBN.

Ifan menilai, insentif yang diberikan pemerintah melalui kupon SBN berbasis ritel sudah lebih tinggi dibanding SBN konvensional dan hal ini cukup menarik perhatian investor ritel. Hal lain yang mungkin bisa mendongkrak porsi ritel di SBN adalah sosialisasi yang lebih gencar terkait instrumen SBN.

Hingga kini, instrumen surat utang relatif masih menjadi instrumen yang tidak populer dan tidak cukup dipahami kalangan umum. Ifan menilai, langkah pemerintah dengan menggaet penggiat media sosial untuk mempromosikan instrumen SBN patut mendapat apreasiasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat