Porsi obligasi korporasi di reksadana menggemuk



JAKARTA. Para manajer investasi menambah portofolionya di efek obligasi korporasi sepanjang bulan November 2015. Di saat yang sama, porsi Surat Utang Negara (SUN) di reksadana menyusut.

Per November 2015 secara month on month, akumulasi obligasi korporasi di reksadana tumbuh 0,65% menjadi Rp 54,15 triliun. Ketimbang akhir tahun 2014 alias year to date (ytd), portofolio reksadana berupa obligasi korporasi tersebut sudah menanjak 27,29%.

Periode sama, akumulasi sun di reksadana turun 4,71% menjadi Rp 59,25 triliun. Namun, secara ytd, porsi tersebut melambung 29,39%.


Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan menjelaskan, penambahan produk reksadana yang beraset dasar efek surat utang memicu kenaikan porsi obligasi korporasi dan SUN di reksadana sepanjang tahun 2015.

Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 13 November 2015, jumlah produk reksadana domestik mencapai 1.040 buah, naik dari posisi akhir tahun 2014 yang tercatat 894 produk. “Pertumbuhan jumlah reksadana pendapatan tetap dan campuran mengalami peningkatan. Manajer investasi membutuhkan tambahan efek surat utang untuk produk kelolaan mereka,” jelasnya.

Lihat saja jumlah produk reksadana saham yang bertambah dari semula 142 buah menjadi 176 buah, reksadana campuran yang menggemuk dari 112 buah menjadi 116 buah, reksadana pendapatan tetap dari 147 buah menjadi 154 buah, reksadana pasar uang dari 62 buah menjadi 89 buah, serta reksadana terproteksi dari 344 buah menjadi 405 buah.

Memang sepanjang November 2015, Ariawan berpendapat investor mulai berani mengalihkan dananya dari aset yang lebih aman seperti SUN kepada aset yang lebih berisiko semisal obligasi korporasi. Makanya pergerakan porsi kedua jenis efek surat utang tersebut berlawanan arah bulan lalu.

Alasannya, volatilitas yang sempat melanda pasar domestik pada kuartal III 2015 sudah mereda pasca spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed beralih kepada pertengahan Desember 2015. Tekanan dari aksi China mendevaluasi mata uang Yuan pada September 2015 juga sudah menyusut.

“Saat pasar dipenuhi tantangan, investor menaruh dananya di SUN karena milik pemerintah sehingga bebas risiko dan cenderung aman,” tukasnya.

Tapi kala pasar berangsur stabil, investor mulai melirik obligasi korporasi yang notabene memberikan imbal hasil lebih tinggi ketimbang SUN. Agar manajer investasi bisa memaksimalkan return untuk produk reksadana kelolaan mereka di sisa tahun 2015.

Serupa, Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga berpendapat, penambahan portofolio obligasi korporasi di reksadana disebabkan oleh aksi manajer investasi yang berusaha memaksimalkan return reksadana.

“Kupon obligasi korporasi lebih besar ketimbang SUN. Mendekati akhir tahun harus kejar target,” terangnya.

Pada November 2015, lanjut Desmon, terdapat penerbitan obligasi korporasi baru senilai Rp 3,41 triliun. Sehingga besar peluang manajer investasi melepas kepemilikannya di SUN dan tergiur oleh efek obligasi teranyar.

Menurut Desmon, tren porsi obligasi korporasi dan SUN di reksadana pada Desember 2015 akan serupa dengan bulan sebelumnya. Faktor pendorongnya, harga SUN berpotensi koreksi jangka pendek jelang pertemuan The Fed pada pertengahan Desember 2015. Apalagi banyak investor yang biasanya merealisasikan keuntungan transaksi jelang tutup tahun.

“Manajer investasi akan mengurangi bobot di SUN. Prediksi saya, yield SUN seri acuan bertenor 10 tahun akan bergerak pada level 8,2% - 8,7% pada akhir tahun 2015,” paparnya.

Ariawan menduga, porsi obligasi korporasi pada Desember 2015 akan naik menjadi Rp 55 triliun – Rp 56 triliun. Sedangkan akumulasi SUN di reksadana akan kembali terkoreksi.

“Perdagangan ramai pada dua pekan pertama Desember. Namun, dua minggu terakhir bakal sepi karena investor banyak yang tutup buku dan liburan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto