JAKARTA. Porsi dana murah tabungan dalam komposisi dana pihak ketiga (DPK) di industri bank perkreditan rakyat (BPR) semakin rendah. Hal ini disebabkan kelemahan jaringan teknologi BPR serta bunga deposito BPR yang makin menggiurkan. Menurut Raden Soeroso, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkeditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Se-Indonesia (Perbamida), bunga deposito BPR yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jauh lebih tinggi, yakni 10,25%. Sementara bunga deposito untuk bank umum yang dijamin LPS maksimal hanya 7,75%. “Ini yang membuat porsi deposito di komposisi DPK BPR secara industri semakin besar. Sebab makin banyak orang yang berminat menaruh dana deposito di BPR,” kata Raden saat dihubungi KONTAN, Kamis, (28/8). Selain itu, diakui bahwa sebagian besar BPR memang masih kesulitan dalam menghimpun tabungan dari masyarakat. Sebab BPR memiliki keterbatasan teknologi mulai dari belum semua memiliki mesin anjungan tunai mandiri (ATM). “Ditambah jaringan teknologinya masih bersifat regional di daerah tertentu. Berbenda dengan jaringan teknologi bank umum yang sudah bersifat nasional sehingga nasabah bisa menarik dananya dari wilayah Indonesia manapun. Ini yang membuat masyarakat masih lebih memilih menabung di bank umum,” pungkas pria yang juga Direktur Utama BPR UMKM di Jawa Timur tersebut.
Porsi tabungan BPR makin rendah
JAKARTA. Porsi dana murah tabungan dalam komposisi dana pihak ketiga (DPK) di industri bank perkreditan rakyat (BPR) semakin rendah. Hal ini disebabkan kelemahan jaringan teknologi BPR serta bunga deposito BPR yang makin menggiurkan. Menurut Raden Soeroso, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkeditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Se-Indonesia (Perbamida), bunga deposito BPR yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jauh lebih tinggi, yakni 10,25%. Sementara bunga deposito untuk bank umum yang dijamin LPS maksimal hanya 7,75%. “Ini yang membuat porsi deposito di komposisi DPK BPR secara industri semakin besar. Sebab makin banyak orang yang berminat menaruh dana deposito di BPR,” kata Raden saat dihubungi KONTAN, Kamis, (28/8). Selain itu, diakui bahwa sebagian besar BPR memang masih kesulitan dalam menghimpun tabungan dari masyarakat. Sebab BPR memiliki keterbatasan teknologi mulai dari belum semua memiliki mesin anjungan tunai mandiri (ATM). “Ditambah jaringan teknologinya masih bersifat regional di daerah tertentu. Berbenda dengan jaringan teknologi bank umum yang sudah bersifat nasional sehingga nasabah bisa menarik dananya dari wilayah Indonesia manapun. Ini yang membuat masyarakat masih lebih memilih menabung di bank umum,” pungkas pria yang juga Direktur Utama BPR UMKM di Jawa Timur tersebut.