KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan lalu, kurs rupiah mencapai Rp 14.394 per dollar Amerika Serikat (AS), level penutupan terendah sejak Oktober 2015. Hal ini berpotensi mempengaruhi kinerja sejumlah emiten. Moody's Investor Service, melalui laporannya pekan lalu (28/6), menyebut, sejatinya seluruh perusahaan dengan
rating utang rendah di Asia Selatan dan Tenggara telah melakukan lindung nilai untuk mengantisipasi fluktuasi nilai tukar. Meski begitu, masih ada lima perusahaan yang kinerjanya berpotensi tertekan fluktuasi nilai tukar. Dari lima perusahaan tersebut, empat di antaranya adalah emiten asal Indonesia, yakni MNC Investama, Gajah Tunggal, Lippo Karawaci dan Alam Sutera Realty. Emiten-emiten ini terpapar risiko fluktuasi kurs lantaran lebih dari 70% utangnya merupakan utang dalam dollar AS, sementara pendapatan diperoleh dalam rupiah (
lihat tabel).
Emiten-emiten ini menggunakan asumsi kurs Rp 13.756 per dollar AS di kuartal satu lalu, naik dari Rp 13.548 di akhir 2017. "Asumsi kurs akan terus berubah karena memakai rata-rata satu tahun dan itu sudah pasti naik," ujar analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra, Jumat (29/6). Strategi hedging Para emiten memang masih optimistis bisa mengantisipasi fluktuasi kurs tahun ini. Catharina Wijaya, Direktur GJTL mengaku, saat ini kondisi di level operasional cukup berat. Ekspor perusahaan ban ini juga sedang turun. "Tapi, hal itu masih bisa kami kelola," ujar Catharina, Jumat (29/6). Sepanjang kuartal satu lalu, produsen ban merek GT Radial ini mencatatkan penjualan ekspor sebesar Rp 696,81 miliar, turun 21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 886,89 miliar. Secara konsolidasi, penjualan GJTL di tiga bulan pertama tahun ini hanya naik 2% menjadi Rp 3,86 triliun. Catharina menuturkan, GJTL langsung melakukan
hedging atas sebagian nilai dari obligasi global senilai US$ 500 juta yang diterbitkan tahun lalu. Sebesar US$ 250 juta dari nilai tersebut merupakan dana untuk
refinancing obligasi lama. Lalu, sebesar US$ 250 juta merupakan pinjaman sindikasi. Dari total pinjaman sindikasi tersebut, sebesar US$ 40 juta sejatinya pinjaman dalam bentuk rupiah. Sisa US$ 210 juta itu yang dikenakan
hedging. "Jadi, separuh dari utang kami sudah dilakukan lindung nilai," kata Catharina. Perusahaan ini juga melakukan
hedging atas kupon obligasi. "
Hedging sudah dilakukan sejak September tahun lalu sebelum rupiah seperti sekarang," imbuh dia.
Langkah ini cukup efektif menahan kenaikan biaya kurs. Jika disetarakan dalam rupiah, utang bank jangka panjang GJTL di kuartal satu tahun ini setara Rp 2,88 triliun, cuma naik 1,7% dibanding posisi akhir 2017, Rp 2,84 triliun. Utang valas empat emiten
Emiten | Jumlah Utang dalam Dollar AS |
| 31/03/2018 | 31/12/2017 |
PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) | US$ 841,5 juta | US$ 867,5 juta |
PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) | US$ 472,72 juta | US$ 472,08 juta |
PT MNC Investama Tbk (BHIT) | US$ 618,2 juta | US$ 580,57 juta |
PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) | US$ 460 juta | US$ 460 juta |
*Utang meliputi obligasi, utang bank jangka panjang dalam dollar *Sumber: laporan keuangan dan riset KONTAN Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia