KONTAN.CO.ID - YOGYAKARTA. Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, mengimbau masyarakat yang berada di daerah terpapar antraks untuk memasak air lebih lama. Imbauan itu dikeluarkan setelah tanah di Desa Gombang, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul yang jadi tempat penyembelihan sapi sakit pada Desember 2019 dinyatakan positif terpapar bakteri antraks.
Baca Juga: Politikus PKB dukung presiden jemput investor timur tengah “Jadi memasak air harus sampai mendidih dan ditambah 20 menit setelah mendidih,” kata Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul Dewi Irawati saat ditemui di Kantor DPRD Gunungkidul Senin (13/1). Dewi juga meminta seluruh sumber air di Desa Gombang diberi kaporit. Selain itu, warga juga diminta menghentikan kebiasaan menyembelih hewan ternak yang sakit. Daging hewan yang akan dikonsumsi juga sebaiknya dipastikan benar-benar matang. Dewi juga menginformasikan, jumlah warga Gunungkidul yang diduga terjangkit antraks semakin bertambah. Saat ini ada 64 orang dari Kecamatan Semanu yang diberikan antibiotik karena diketahui ikut makan daging sapi yang mati mendadak di Kecamatan Ponjong.
Baca Juga: Indonesia-UEA sepakati 11 kerjasama bisnis dengan nilai hingga Rp 314,9 triliun Total warga yang sudah diberikan antibiotik mencapai 604 orang. Mereka adalah warga Kecamatan Semanu dan Ponjong. "Tidak ada gejala, karena dia (64 orang) terpapar dia makan daging itu. jadinya karena kami istilahnya melaksanakan kewaspadaan seolah-olah terjadi," ucap Dewi. Untuk hasil pemeriksaan darah pasien yang diduga terjangkit antraks di Rumah Sakit Umum Wonosari, disebut Dewi, belum diterima dari Balai Besar Veteriner Bogor. Dia berjanji akan menyurati laboratorium itu agar hasil pemeriksaan darah pasien cepat keluar. Sebelumnya diberitakan, belasan warga Yogyakarta diduga terjangkit bakteri antraks. Mereka kini dalam perawatan Rumah Sakit Umum Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta. Kepala Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Wonosari dr. Triyani Heni Astuti mengatakan, telah merawat 12 pasien yang diduga terjangkit antraks sejak pertengahan 2019. Satu di antara sejumlah pasien itu pada akhir 2019 sudah meninggal dunia.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan naik, ini harapan emiten farmasi Meski sudah merawat pasien itu selama berbulan-bulan, Triyani masih belum bisa memastikan mereka positif terinfeksi antraks. "Karena pastinya diagnosa antraks harus ada hasil laboratorium sampel darah yang dikirim ke Bogor,” ucapnya di RSUD Wonosari Jumat (10/1). “Yang mengirim (darah) dari dinas kesehatan, kami belum menerima (hasil laboratorium). sehingga pasien kita rawat, sampai membaik dan meninggal ini masih suspect (terduga),” katanya. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"Antraks di Gunungkidul, Dinkes Minta Warga Rebus Air Lebih Lama" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .