Postur anggaran baru jadi angin segar investor



JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk memperbaharui postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016 (APBN-P 2016) yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai lebih realistis. Meski demikian, pemangkasan pada pos belanja negara diperkirakan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Dalam Sidang Kabinet yang di Istana Kepresidenan Rabu (3/8), pemerintah akan memangkas belanja negara sebesar Rp 133,8 triliun dan defisit anggaran dilebarkan menjadi 2,5% dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini lantaran penerimaan pajak diperkirakan akan mengalami shortfall Rp 219 triliun.

Sementara itu, nilai tukar rupiah diubah menjadi Rp 13.300 per dollar Amerika Serikat (AS), tetapi target pertumbuhan ekonomi tetap 5,2%.


Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy mengatakan, kombinasi pemotongan anggaran serta pelebaran defisit tersebut membawa postur anggaran lebih realistis dan kredibel. Hal ini menjadi sinyal positif untuk pasar dan investor.

Penyesuaian bujet ini, lanjut Leo, membuat investor akan lebih nyaman untuk menginvestasikan asetnya di dalam negeri. "Karena kekhawatiran bahwa shortfall pajak akan ditutupi dari peningkatan penerimaan yang lain tidak terjadi," kata Leo.

Meski demikian, pemangkasan belanja tersebut dinilai akan mengurangi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi tahun ini. Tanpa pemangkasan saja, Leo memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya mencapai 5%.

"Tapi sisi baiknya, investasi swasta yang memegang porsi lebih besar di investasi di Indonesia akan naik karena bujet yang lebih realistis dan kredibel," lanjutnya.

Selain bujet yang lebih realistis dan kredibel, untuk lebih meyakinkan investor pemerintah dinilainya juga harus menetapkan kebijakan-kebijakan yang konsisten serta menyampaikan progres pembangunan infrastruktur.

"Sehingga kalau ada kisaran pertumbuhan ekonomi, angka 5.2% adalah batas atasnya. Kalau kami melihatnya di 5% dan angka itu kan lebih baik dibandingkan tahun lalu, apalagi dibandingkan dengan negara berkembang lain," tambah dia.

Ekonom Standard Chartered Bank Aldian Taloputra juga mengatakan, pertumbuhan ekonomi 5,2% masih akan sulit dicapai. Apalagi, kinerja di semester pertama tahun ini lanjut dia, masih menujukkan pelemahan.

Namun, jika pemotongan anggaran belanja dilakukan pada belanja operasional, dampak terhadap pertumbuhan akan lebih terbatas. Yang jelas lanjut Aldian, pemotongan anggaran lebih realistis yang membuat kemenerian atau lembaga (K/L) lebih berani merealisasikan belanjanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini