JAKARTA. Alih-alih ingin melakukan penghematan, ternyata Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 justru terlihat lebih boros. Berdasarkan draft Rancangan Undang-Undang APBN-P tahun 2103 yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, jumlah anggaran untuk belanja Pemerintah Pusat malah naik dari Rp 1.154, 3 triliun menjadi Rp 1.196,8 triliun. Padahal, tujuan disusunnya RAPBN-P 2013 oleh Pemerintah sebelumnya untuk mengantisipasi pembengkakan anggaran yang disebabkan meningkatnya jumlah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemerintah pun saat itu berjanji akan mengencangkan ikat pinggang dengan melakukan pemotongan anggaran di sejumlah Kementrian/Lembaga (K/L). Namun faktanya, dalam draf APBN-P 2013 tersebut terlihat belanja K/L yang disepakati malah bertambah dari Rp 594,5 triliun menjadi Rp 622 triliun. Bahkan, karena kondisi fiskal pemerintah saat itu yang terbatas, target asumsi pertumbuhan ekonomi juga diturunkan menjadi hanya 6,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 6,8%. Alasanya, sempitnya fiscal space (ruang fiskal) untuk bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan kemungkinan terjadinya defisit anggaran akibat angka subsidi yang akan membengkak. Ironisnya, pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2014 justru mendapatkan anggaran tambahan. Untuk pelaksanaan Pemilu tahun depan, pemerintah memberikan tambahan anggaran sebesar Rp 1 triliun. Dana tersebut diperuntukan untuk proses pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu di Kecamatan, Desa/Kelurahan dan luar negeri. Pos anggaran yang juga mendapat tambahan adalah dana untuk kekurangan tunjangan hakim sebesar Rp 1,94 triliun. Ekonom dari Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih menilai APBN-P 2013 yang disusun Pemerintah tidak akan bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan. Alasannya, saat ini jumlah pengeluaran dalam APBN, sebesar 33% disebar ke daerah untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana ALokasi Umum (DAU).
Postur APBN-P 2013 masih terlihat boros
JAKARTA. Alih-alih ingin melakukan penghematan, ternyata Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 justru terlihat lebih boros. Berdasarkan draft Rancangan Undang-Undang APBN-P tahun 2103 yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, jumlah anggaran untuk belanja Pemerintah Pusat malah naik dari Rp 1.154, 3 triliun menjadi Rp 1.196,8 triliun. Padahal, tujuan disusunnya RAPBN-P 2013 oleh Pemerintah sebelumnya untuk mengantisipasi pembengkakan anggaran yang disebabkan meningkatnya jumlah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemerintah pun saat itu berjanji akan mengencangkan ikat pinggang dengan melakukan pemotongan anggaran di sejumlah Kementrian/Lembaga (K/L). Namun faktanya, dalam draf APBN-P 2013 tersebut terlihat belanja K/L yang disepakati malah bertambah dari Rp 594,5 triliun menjadi Rp 622 triliun. Bahkan, karena kondisi fiskal pemerintah saat itu yang terbatas, target asumsi pertumbuhan ekonomi juga diturunkan menjadi hanya 6,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 6,8%. Alasanya, sempitnya fiscal space (ruang fiskal) untuk bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan kemungkinan terjadinya defisit anggaran akibat angka subsidi yang akan membengkak. Ironisnya, pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2014 justru mendapatkan anggaran tambahan. Untuk pelaksanaan Pemilu tahun depan, pemerintah memberikan tambahan anggaran sebesar Rp 1 triliun. Dana tersebut diperuntukan untuk proses pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu di Kecamatan, Desa/Kelurahan dan luar negeri. Pos anggaran yang juga mendapat tambahan adalah dana untuk kekurangan tunjangan hakim sebesar Rp 1,94 triliun. Ekonom dari Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih menilai APBN-P 2013 yang disusun Pemerintah tidak akan bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan. Alasannya, saat ini jumlah pengeluaran dalam APBN, sebesar 33% disebar ke daerah untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana ALokasi Umum (DAU).