Potensi BP Batam menyaingi Singapura akan kandas bila dikelola Walikota



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah pusat yang ingin menyerahkan pengelolaan BP Batam kepada Wali Kota Batam berpotensi mendegradasi cita-cita awal pembentukan BP Batam. Sedara awal konsep pembentukan BP Batam akan menjadi wilayah Free Trade Zone (FTZ) di Indonesia dan bukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), apalagi ex-officio seperti yang akan dilakukan pemerintah.

Direktur Eksekuti Indef Enny Sri Hartati menuturkan, bila rencana menjadikan BP Batam dikelola oleh Walikota atau menjadi ex-officio maka akan memupuskan harapan sebelumnya bahwa Batam mampu menyaingi Singapura apalagi melampauinya. “Kalau melihat potensi Batam harusnya bisa melampauhi Singapura,” tutur Enny dalam keterangannya, Senin (14/01).

Itu bisa dilihat setidaknya ada 60.000 per tahun Vessel melintasi selat Philips yang berada diantara Pulau Batam dan Pulau Singapura. Volume trafiknya tiga kali volume trafik Terusan Panama dan lebih dari dua kali volume trafik Terusan Suez.


Dari sekitar 200 Vessel dan 150 tanker per hari yang lalu lalang ada sekitar 72% kapal tanker melalui jalur Selat Philips dan sisanya 28% via Selat Makasar dan Selat Lombok.

Sementara, perputaran uang di Selat Malaka dan Selat Philips berkisar antara US$ 84 miliar sampai US$ 250 miliar per tahun.  Selain itu, Batam merupakan wilayah terdepan perbatasan negara. Batam menjadi strategis baik secara militer, ekonomi dan politik. “Batam dan wilayah sekitarnya adalah "buffer zone" Negara Indonesia,” ujarnya.

Untuk itu, melihat peta wilayah yang langsung berbatasan dengan negara-negara tetangga, maka pengelolaan ruang laut, darat, dan udara di wilayah Batam dan pulau lainnya harus di bawah pengawasan dan pengendalian langsung pemerintah pusat.

”Kita ingin bersaing dengan negara lain, yang terdekat dengan Batam seperti Singapura. Tapi, wewenangnya diperkecil yang hanya dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda),” ucapnya.

Oleh karenanya, Jika ingin bersaing dengan negara tetangga, maka penting mempertahankan batam menjadi  FTZ.“ Wilayah ekonomi di Batam sudah jadi, tinggal ditambah sedikit saja. Dengan begitu mampu menggaet lebih banyak investor. Bukan sebaliknya, malah dikerdilkan, dengan mempersempit ruang geraknya,” tuturnya.

Disamping itu, FTZ Batam berada di wilayah depan perbatasan negara yang bersaing secara head-to-head dengan FTZ di negara lain. Jadi FTZ Batam harus memiliki fleksibilitas dan kecepatan proses produksi yang tinggi. Hal ini hanya bisa dilakukan jika FTZ Batam mempunyai kemandirian dalam mengatur dirinya dengan tetap mengakomodir kepentingan domestik seperti mengikutsertakan pelaku usaha UMKM dalam rantai produksinya.

“Negara tetangga sudah mengimplementasikan FTZ dan banyak berhasil, bukannya kita saingi mereka dengan kepastian regulasi, peraturan yang mengikat, ketersediaan Iahan, fasilitas infrastruktur yang menunjang hingga insentif,” paparnya.

Untuk itu, pemerintah dituntut menjaga konsistensi kebijakan dan peraturan mengingat ini sangat penting bagi penciptaan iklim usaha yang berkesinambungan dan menjaga kepercayaan (trustworthiness) para pelaku usaha internasional terhadap kredibilitas bangsa Indonesia.

“Tidak mustahil jika pemerintah pusat konsisten dalam mengelola Batam, maka Batam bisa jauh melebihi Singapura,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli