Pernikahan bagi sebagaian besar masyarakat Indonesia menjadi salah satu peristiwa paling penting dalam kehidupan mereka. Sehingga, tidak heran bila persiapan menuju momen sakral tersebut dipersiapkan sebaik-baiknya. Kerepotan menyiapkan segala tetek bengek pernikahan pun telah terjadi sejak berbulan-bulan sebelum pernikahan berlangsung. Pemilihan lokasi resepsi, menjahit busana pernikahan, mencetak undangan hingga memilih dekorasi serta tema gedung resepsi merupakan sedikit dari hal yang mesti disiapkan. Tapi bagaimana jika ada jasa pernikahan yang bisa membuat semua kerepotan tersebut menjadi lebih sederhana? Layanan ini tersedia di Bridestory. Lewat situs www.bridestory.com, calon pengantin akan mendapatkan semua informasi dan pilihan yang dibutuhkan untuk menggelar pesta pernikahan. Di sini, Bridestory mengumpulkan para penyedia jasa pernikahan untuk mempromosikan jasa mereka masing-masing seperti wedding organizer, tempat pembuatan souvenir, jasa fotografer, dekorasi, hingga toko kue pengantin. Kevin Mintaraga, pendiri Bridestory rupanya menggunakan pengalaman pribadinya sebagai alasan menjalankan usaha Bridestory. Dia bercerita begitu repot mempersiapkan pernikahannya sendiri pada 2012. Seperti layaknya calon mempelai lainnya, mereka harus mencari sendiri segala kelengkapan pernikahan. Ketika melakukan persiapan pernikahan waktu itu, Kevin dan calon istrinya juga mencari inspirasi konsep pernikahan yang cocok dengan mereka. "Pinterest menjadi salah satu situs yang bisa menjadi acuan karena pengunjung situs itu dapat mengumpulkan ide-ide orang lain yang kiranya dapat digunakan," kata dia.
Ide-ide tersebut kemudian diberikan ke pemilik usaha terkait untuk bisa ditindak lanjuti. Kala itu, calon istri Kevin menemukan desain gaun yang menarik. Tapi sayangnya tidak ada informasi siapa yang mendesain pakaian tersebut. "Nah darisitu saya pikir seru juga kalau ada situs seperti itu untuk memberi inspirasi, tapi pengunjung situs pun bisa langsung tahu siapa si pemilik usaha," ucap pria kelahiran tahun 1985 ini. Namun angan-angan tersebut tidak segera ia wujudkan. Setelah menikah, istri Kevin kemudian memutuskan membuka usaha sebagai perencana pernikahan. Sedangkan Kevin masih menjalankan pekerjaannya di sebuah agensi periklanan digital. Dari bisnis istrinya, Kevin menemukan beberapa cerita mengenai klien yang membuatnya semakin penasaran dengan industri tersebut. Kevin melihat peluangnya besar karena di Indonesia pelaku usaha yang menyajikan situs one stop solution di satu tempat belum ada. Singkat cerita. akhirnya dia memantapkan untuk mendirikan bisnis sendiri. "Karena latar belakang saya di pemasaran digital. Dan jasa perencana pernikahan itu sangat bisa memanfaatkan promosi lewat media digital," ujarnya. Mendapat permodalan Memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang pemasaran digital menjadi keuntungan bagi Kevin untuk menjalani usaha ini. Dia paham bagaimana cara mendatangkan pengunjung ke situsnya misalnya dengan memasang iklan menggunakan Google adWords dan lainnya. Darisitu, Kevin merasa ia memiliki kemampuan untuk membantu para penyedia jasa pernikahan untuk memasarkan bisnisnya dan mendapatkan konsumen. Kevin memberikan contoh beberapa penyedia jasa yang menjadi anggotanya, yakni Flying Bride. Di situsnya, pengunjung bisa melihat profil produk yang mereka tawarkan dan bisa mengetahui testimoni orang-orang yang memiliki pengalaman menggunakan layanan dan produk bisnisnya. Jadi dia meyakinkan kepada para penyedia jasa yang bergabung dengannya untuk tidak perlu pusing. Yang perlu dilakukan vendor adalah mendaftar ke situsnya, mempercantik profil, mengunggah proyek-proyek mereka dan meminta testimoni bagus dari pelanggan. "Nanti reputasi vendor akan kami kelola," ucapnya. Situs ini masih tergolong baru, karena baru dibuka untuk publik pada 7 April kemarin. Baru satu bulan dibuka untuk umum, Kevin mengakui sudah memiliki 659 vendor yang mendaftar. Setiap hari, Kevin bisa menanggapi rata-rata sekitar 40-46 permintaan konsumen untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai penyedia jasa yang ada di situs tersebut seperti meminta detail kontak atau daftar harga. "Kita sudah punya hampir 52.000 foto dan video yang diunduh di situs kami," ucap Kevin. Lantaran usia bisnisnya ini masih sangat muda, Kevin mengaku belum menetapkan biaya apapun kepada para anggotanya yang bergabung. Di awal membangun usaha, ia memakai modal sendiri dan rekannya untuk membangun kantor, operasional dan menggaji karyawan. Namun ia beruntung karena tak lama kemudian mendapatkan pendanaan dari perusahaan asal Jepang. "Belum bisa diberi tahu namanya, tapi kita sudah dapat pendanaan dari perusahaan Jepang," ucap Kevin. Hal ini membuatnya lebih percaya diri untuk menjalani usaha ini dan dia bisa lebih fokus melakukan inonvasi-inovasi terkait bisnisnya tersebut. Kedepannya, Kevin ingin situs buatannyanya bebas dari iklan. Untuk mendapatkan pemasukan, ia menggunakan sistem bernama pay per leads. Ia menjelaskan, tiap anggota vendor awalnya mendapatkan yang dia sebut, contact credit, sebanyak 20 buah. Contact credit akan berkurang setiap ada konsumen yang mengunjungi laman produk mereka. Dia mengasumsikan vendor akan bersedia membayar karena terbukti Bridestory bisa membantu pemasaran. "Kalo bayar, jadi adil dong," ujarnya. Kevin berambisi Bridestory bisa berkembang menjadi rujukan pernikahan internasional dengan bisa melakukan ekspansi keluar negeri. Pada tahun ini dia menargetkan bisa memperluas pengguna situsnya ke dua negara di Asia Tenggara. Ini berarti penyedia jasa pernikahan lokal memiliki peluang mendapatkan klien dari negara lain dan menjadi perusahaan internasional. Pengamat bisnis dan waralaba Amir Karamoy, melihat, konsep bisnis seperti yang dijalankan oleh Bridestory sudah lama, lebih dulu berkembang di Amerika Serikat (AS). Dia mencontohkan, pada tahun 50-an atau 60-an di AS banyak pialang real estate yang disatukan dalam Century 21. Konsep seperti itu menjadikan bisnis ini membesar hingga mendunia termasuk ke Indonesia. "Jadi cara seperti ini pernah dilakukan dan ternyata bisa berhasil," ucapnya. Nah untuk sektor bisnis pernikahan, nenurut Amir, saat ini bisnis tersebut telah menjadi suatu industri tersendiri dengan prospek yang menjanjikan. "Karena orang Indonesia suka dengan pernikahan yang mewah," ucapnya.
Segmen pasarnya pun termasuk besar terutama di kota-kota besar di Indonesia akan memiliki prospek paling menjanjikan untuk bisnis ini. Amir menduga, ke depannya Bridestory akan mengembangkan bisnisnya dengan menawarkan kemitraan semacam waralaba. "Mereka bisa menempuh ekspansi usaha dengan mengusung sistem waralaba seperti di Bandung dan kota-kota lain," ucapnya. Hal ini didasari oleh pengalaman yang dahulu dilakukan oleh Century 21 dan terlihat membuahkan hasil. Namun, Amir melihat, tantangan ke depan adalah tren yang baru-baru ini muncul di masyarakat dunia. "Sekarang ada tren orang menikah itu nggak mau besar-besaran lagi," ujar Amir. Belakangan ini muncul tren baru pasangan mempelai hanya mengundang maksimum 100 orang terdekatnya. "Tantangannya adalah melihat 10 tahun ke depan apakah bisnis seperti ini bisa menyesuaikan diri dengan pesta-pesta yang semakin kecil," ujar Amir. Fenomena ini menurut Amir telah terlihat di negara maju, ketika hanya orang-orang kaya atau selebritis yang menyelenggarakan pesta pernikahan secara besar-besaran. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini