JAKARTA. PT Manulife Asset Management melaporkan hasil riset keenam dari seri Aging Asia. Serial kali ini, Manulife membeberkan bahwa masyarakat Indonesia berisiko mengalami defisit imbal hasil investasi sebesar 6,6% per tahun. Dalam riset terbarunya yang berjudul One Step Forward, Half a Step Back: Meeting Financial Goals in Asia (Satu Langkah Maju, Setengah Langkah Mundur: Mencapai Beragam Tujuan Keuangan di Asia), Manulife membandingkan lima tujuan keuangan yang paling utama di Asia dengan Indonesia. Lima tujuan keuangan paling utama di Asia adalah dana pensiun, dana darurat (termasuk biaya kesehatan yang tak terduga), pendidikan yang tinggi untuk anak, mempertahankan gaya hidup dan membeli rumah utama. Sementara lima tujuan keuangan yang paling utama di Indonesia adalah pendidikan yang tinggi untuk anak, dana pensiun, dana darurat, mempertahankan gaya hidup dan membeli rumah utama. Michael Dommermuth, Executive Vice President, Head of Wealth & Asset Management Manulife Asset Management mengatakan, tingkat partisipasi masyarakat terhadap sistem keuangan formal masih cukup rendah. Hal ini membatasi kesempatan individu untuk memanfaatkan pasar modal sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan keuangan utamanya. Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia menuturkan, potensi defisit imbal hasil di Indonesia mengacu pada riset tersebut sebesar 6,6% per tahun. Hal itu timbul akibat naiknya biaya lima tujuan keuangan utama tersebut sebesar rata-rata 11,1% per tahun. Sementara imbal hasil dari portofolio masyarakat Indonesia sebagian besar dibenamkan pada tabungan atau deposito yang hanya tumbuh 4,5% per tahun. "Dari gambaran tersebut, kita harus mengalokasikan uang kita pada instrumen yang bisa bekerja untuk mengejar defisit (gap) imbal hasil itu. Pasar modal dapat dipertimbangkan sebagai alokasi portofolio," ujar Legowo, Kamis (4/6). Mengutip riset Manulife Asset Management, kenaikan biaya pendidikan di Indonesia rata-rata 15% per tahun. Kenaikan biaya hidup saat pensiun tumbuh 6% per tahun. Kenaikan biaya tak terduga sebesar 13% per tahun, kenaikan biaya hidup sebesar 6% per tahun dan kenaikan pembelian rumah sebesar 6% per tahun. Untuk itu, Legowo mengingatkan agar masyarakat membenamkan uangnya secara tepat. Sebagai gambaran, sepanjang periode 2004-2014, rata-rata pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebesar 17,98% per tahun. Sementara pada periode yang sama, HSBC bond index tumbuh 11,32% per tahun. Kedua instrumen pasar modal ini dapat memberikan imbal hasil jauh lebih tinggi ketimbang tabungan atau deposito.
Potensi defisit imbal hasil investasi di RI 6,6%
JAKARTA. PT Manulife Asset Management melaporkan hasil riset keenam dari seri Aging Asia. Serial kali ini, Manulife membeberkan bahwa masyarakat Indonesia berisiko mengalami defisit imbal hasil investasi sebesar 6,6% per tahun. Dalam riset terbarunya yang berjudul One Step Forward, Half a Step Back: Meeting Financial Goals in Asia (Satu Langkah Maju, Setengah Langkah Mundur: Mencapai Beragam Tujuan Keuangan di Asia), Manulife membandingkan lima tujuan keuangan yang paling utama di Asia dengan Indonesia. Lima tujuan keuangan paling utama di Asia adalah dana pensiun, dana darurat (termasuk biaya kesehatan yang tak terduga), pendidikan yang tinggi untuk anak, mempertahankan gaya hidup dan membeli rumah utama. Sementara lima tujuan keuangan yang paling utama di Indonesia adalah pendidikan yang tinggi untuk anak, dana pensiun, dana darurat, mempertahankan gaya hidup dan membeli rumah utama. Michael Dommermuth, Executive Vice President, Head of Wealth & Asset Management Manulife Asset Management mengatakan, tingkat partisipasi masyarakat terhadap sistem keuangan formal masih cukup rendah. Hal ini membatasi kesempatan individu untuk memanfaatkan pasar modal sebagai salah satu cara untuk mencapai tujuan keuangan utamanya. Legowo Kusumonegoro, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia menuturkan, potensi defisit imbal hasil di Indonesia mengacu pada riset tersebut sebesar 6,6% per tahun. Hal itu timbul akibat naiknya biaya lima tujuan keuangan utama tersebut sebesar rata-rata 11,1% per tahun. Sementara imbal hasil dari portofolio masyarakat Indonesia sebagian besar dibenamkan pada tabungan atau deposito yang hanya tumbuh 4,5% per tahun. "Dari gambaran tersebut, kita harus mengalokasikan uang kita pada instrumen yang bisa bekerja untuk mengejar defisit (gap) imbal hasil itu. Pasar modal dapat dipertimbangkan sebagai alokasi portofolio," ujar Legowo, Kamis (4/6). Mengutip riset Manulife Asset Management, kenaikan biaya pendidikan di Indonesia rata-rata 15% per tahun. Kenaikan biaya hidup saat pensiun tumbuh 6% per tahun. Kenaikan biaya tak terduga sebesar 13% per tahun, kenaikan biaya hidup sebesar 6% per tahun dan kenaikan pembelian rumah sebesar 6% per tahun. Untuk itu, Legowo mengingatkan agar masyarakat membenamkan uangnya secara tepat. Sebagai gambaran, sepanjang periode 2004-2014, rata-rata pertumbuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebesar 17,98% per tahun. Sementara pada periode yang sama, HSBC bond index tumbuh 11,32% per tahun. Kedua instrumen pasar modal ini dapat memberikan imbal hasil jauh lebih tinggi ketimbang tabungan atau deposito.