KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menaikkan persentase Pungutan Ekspor (PE) untuk
crude palm oil (CPO) dan turunannya dari 7,5% menjadi 10%. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa peningkatan ini bertujuan mendukung pendanaan subsidi biodiesel dalam implementasi mandatori B40. "Pertama, kita naikkan ke 10% (PE) dan volumenya untuk CPO saja," kata Airlangga di kantornya, Jumat (20/12).
Baca Juga: Kerek Pajak Ekspor CPO Demi Mandatori Biodiesel Namun, rencana ini menuai beragam tanggapan. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS, menilai kenaikan PE justru bisa kontraproduktif. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini berisiko mengubah pola penjualan produsen CPO, di mana produsen dapat lebih fokus memenuhi konsumsi domestik daripada ekspor. "Pola penjualan CPO bisa berubah menjadi hanya untuk konsumsi domestik. Devisa ekspor pun akan berkurang," jelas Bhima. Selain itu, ia memperingatkan bahwa pengurangan ekspor CPO dapat memicu kenaikan harga di pasar global. Akibatnya, harga bahan baku CPO untuk produk seperti minyak goreng, kosmetik, dan turunannya juga akan meningkat.
Baca Juga: Demi Topang Program B40, Pemerintah Bakal Kerek Pungutan Ekspor CPO Jadi 10% Bhima juga mengkritisi bahwa pungutan ekspor ini awalnya dimaksudkan untuk membantu petani sawit kecil, tetapi kini lebih banyak digunakan untuk mensubsidi perusahaan biodiesel besar. Pieter Abdullah Redjalam, Direktur Segara Institut, mencatat bahwa kenaikan harga CPO dalam beberapa bulan terakhir telah meningkatkan kebutuhan subsidi biodiesel. "Dalam beberapa bulan terakhir, harga minyak sawit naik signifikan, sehingga selisih harga biodiesel dan solar juga meningkat. Hal ini berdampak pada kebutuhan subsidi yang lebih besar untuk menutupi selisih tersebut," katanya. HIP Biodiesel terus meningkat, dari Rp 12.633 per liter pada Oktober 2024 menjadi Rp 14.389 pada Desember 2024, berdasarkan data Kementerian ESDM.
Baca Juga: Program B40 Jadi Katalis Positif Emiten Sawit, Cermati Rekomendasi Sahamnya Pieter juga menekankan pentingnya membandingkan penghematan devisa dari substitusi solar dengan potensi hilangnya devisa akibat penurunan ekspor CPO saat harga sedang tinggi. Achmad Surambo, Direktur Sawit Watch, menyatakan bahwa kenaikan PE dapat membuat pasar internasional kurang menarik bagi pelaku industri sawit, sehingga mereka lebih memilih menjual di dalam negeri. Namun, kapasitas serapan domestik juga menjadi perhatian utama.
"Kenaikan PE menjadi 10% perlu dikaji secara menyeluruh. Pemerintah harus mempertimbangkan dampaknya pada pelaku sawit, harga CPO, dan petani kecil. Jangan sampai petani kecil terkena dampak buruk dari kebijakan ini," ujar Achmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto