Potensi korupsi dana haji Rp 3 triliun



JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa terdapat potensi korupsi dalam pembiayaan ibadah haji pada 2005 sampai 2010 sebesar Rp 3 triliun di Kementerian Agama. Atas temuan ini, ICW mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas potensi korupsi ini.Keterangan tersebut disampaikan oleh Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, Kamis (9/2). Firdaus menjelaskan, mulai tahun 2004, terdapat surat keputusan tentang pedoman teknis calon jamaah haji kepada bank penerima setoran (BPS) sebesar Rp 20 juta, yang merupakan tanda jadi dari calon jamaah. Namun pada tahun 2010, terjadi kenaikan nilai setoran awal haji biasa (haji reguler) sebesar Rp 5 juta menjadi Rp 25 juta. Dana tersebut selanjutnya ditransfer ke rekening Menteri Agama pada BPS Pusat untuk mendapatkan nomor porsi dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).Sedangkan untuk jamaah haji khusus, sejak Maret 2008 dibuka pendaftaran jamaah haji sepanjang tahun dengan setoran awal sebesar US$ 3.000. Dan sejak Februari 2010, Kementerian Agama menaikkan nilai setoran awal jamaah haji khusus menjadi US$ 4.000. Dana tersebut disetorkan ke rekening Menteri Agama pada BPS Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Firdaus menjelaskan, sejak 2004 sampai 2007, seluruh dana setoran awal jamaah haji ditempatkan pada rekening giro atas nama Menteri Agama. Namun sejak April 2007, sebagian besar dari total dana setoran awal, sebanyak maksimal 95% dari saldo pada BPS ditempatkan juga pada deposito pada BPS yang bersangkutan. Mulai April 2009, sebagian dana setoran awal jamaah dan dana abadi umat (DAU), ditempatkan pada surat berharga syariah negara atau SUKUK. Hingga musim haji 1431 hijriyah atau 2010, jumlah antrian jamaah haji reguler sebanyak 1,1 juta jamaah. Perkembangan setoran awal dan nilai bunga dari tahun 2006 sampai 2010 juga meningkat. “Tahun 2006, jumlah setoran sebesar Rp 5,3 triliun dengan bunga setoran sebesar Rp 104 miliar, meningkat pada 2010 menjadi Rp 19,2 triliun untuk setoran dana dan Rp 404,9 miliar untuk bunga," jelas Firdaus.Firdaus menyatakan, berdasarkan kajian ICW, ditemukan masalah dalam penggunaan setoran awal beserta bunga oleh Kementerian Agama. Pasalnya, terdapat selisih data jamaah yang telah menyetor dana setoran awal Rp 20 juta antara data yang dimiliki oleh Siskohat dan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada April 2007, jumlah setoran yang tercatat pada BPS lebih rendah dari data Siskohat sebesar Rp 195,9 miliar atau setara dengan 9.779 jamaah. "Sedangkan pada April 2008, jumlah setoran yang tercatat ada BPS lebih rendah dari data Siskohat sebesar Rp 505,5 miliar atau setara dengan 25.276 jamaah," tandasnya.Selain itu, data transaksi awal dana setoran awal Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) tahun 2007 dan 2008 sebanyak 124.849 transaksi tidak dapat dibandingkan antara data BPS (8 bank) dengan data Siskohat. Data pada rekening setoran awal atas nama Menteri Agama di BPD Jatim, Bank Mandiri dan BSM terdapat 189 transaksi pendebetan senilai Rp 298,336 miliar uang belum dapat diketahui peruntukkannya. Selain itu juga terdapat pendebetan rekening setoran awal atas nama Menteri Agama di BSM sebesar Rp 2,1 miliar yang tidak sesuai perosedur penggunaan hasil optimalisasi dama setoran awal. Selain itu juga ada 236 transaksi pendebetan rekening penampung setoran pelunasan BPIH senilai Rp 882,198 miliar yang tidak sesuai dengan ketentuan. Ini baru perhitungan untuk tahun 2005 sampai 2010. “Bagaimana dengan tahun 2011 dan rencana tahun 2012 ini? Padahal kalau kita lihat terdapat tambahan komponen biaya-biaya estimasi dan ada support dari APBD dan APBN untuk jamaah haji. Karena itu, celah ini bisa menjadi ruang untuk terjadinya penyimpangan pengelolaan ibadah haji," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Test Test