Potensi Lahan Sawit untuk Tanaman Pangan Capai 1 Juta ha per Tahun



JAKARTA. Perkebunan kelapa sawit memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada kemandirian pangan dan energi tanpa perlu membuka lahan baru.

Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto mengatakan, selain menghasilkan minyak sawit yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku energi baru dan terbarukan (EBT), perkebunan kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya komoditas tanaman pangan.

Menurut Kacuk, setiap tahunnya ada sekitar 1 juta hektare (ha) lahan dari siklus peremajaan (replanting) kelapa sawit yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya tanaman non-sawit.


"Lahan seluas 1 juta hektare ini berasal dari program peremajaan tahunan tanaman kelapa sawit," ujar Kacuk saat diskusi dengan media di Jakarta, Selasa (8/10).

Dari total 16,2 juta ha kebun sawit di Indonesia, terdapat siklus peremajaan setiap 25 tahun. Adapun, program peremajaan sawit setiap tahun bisa mencapai 648.000 ha.

Baca Juga: Kementerian ESDM Tegaskan Program B40 dan B50 Tak Ganggu Pangan

Nah, jika diberakan atau tidak diolah, maka potensi lahan yang tersedia untuk tanaman sela setiap tahunnya sekitar 240% dari 648.000 ha atau sekitar 1,5 juta ha. Sementara jika diberakan atau langsung diolah sekitar 140% atau 1 juta ha.

Potensi pemanfaatan lahan perkebunan sawit untuk tanaman sela tersebut sangat besar. Sebagai contoh, jika ditanami sorgum, lahan tersebut dapat menghasilkan 8 hingga 12 juta ton per tahun.

Sementara jika ditanami singkong, potensi produksinya bisa mencapai 45 hingga 70 juta ton per tahun. Untuk kedelai, potensi produksinya berkisar antara 2,9 hingga 4,5 juta ton, sementara untuk jagung, bisa menghasilkan 8 hingga 12,4 juta ton per tahun.

Praktik optimalisasi lahan ini telah diuji di perkebunan sawit milik PT Paya Pinang Group di Sumatra Utara, dengan hasil yang cukup memuaskan. Namun, Kacuk menekankan, pentingnya keberadaan off-taker yang akan membeli hasil panen tanaman sela tersebut.

Dalam hal ini, Kacuk menyarankan agar pemerintah, melalui Perum Bulog memainkan peran aktif dalam menyerap hasil panen dari program ini.

Jika tidak ada off-taker, Kacuk menyarankan, agar hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sekitar perkebunan guna mengurangi biaya logistik yang tinggi.

Dengan demikian, konsep ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan nasional, tetapi juga meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.

Konsep optimalisasi lahan sawit ini, menurut Kacuk, memiliki multiplier effect yang tinggi, terutama dalam memperkuat ketahanan ekonomi pedesaan.

"Dengan mengoptimalkan lahan perkebunan sawit, kita bisa mencapai kemandirian pangan tanpa harus membuka lahan baru," pungkas Kacuk. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri