Potensi Penerimaan Pajak Dari Crazy Rich Indonesia Bisa Capai Rp 50 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai potensi pajak orang super kaya atau crazy rich Indonesia cukup besar. 

Raden menyayangkan potensi pajak dari orang-orang super kaya di Indonesia tidak bisa digarap lebih optimal untuk penerimaan negara. Hal ini karena Undang-Undang Pajak Penghasilan banyak memberikan celah hukum untuk penghindaran pajak.

Hal ini menurut Raden sering digunakan oleh orang super kaya. Mereka telah menggunakan perencana pajak untuk menghindari pajak, sehingga penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan hanya sedikit.


"Karena itu, untuk mengoptimalkan pajak dari orang super kaya perlu dibuat Pajak Kekayaan. Pemerintah Prabowo perlu merancang RUU Pajak Kekayaan yang bertujuan untuk memungut pajak dari kekayaan khusus orang super kaya," jelas Raden kepada Kontan, Senin (30/9). 

Raden mencermati jika pajak kekayaan ini lebih serius digarap oleh pemerintah untuk memajaki orang super kaya di Indonesia potensi penerimaan pajaknya bisa mencapai Rp 50 triliun. Ia merincikan dengan perbandingan, tarif PBB P2 ditetapkan 0,2%, pajak Kekayaan ditetapkan 1% saja sudah cukup. Alasannya, karena dasar pengenaannya dari total kekayaan kotor.

Dengan tarif 1% dan batasan kekayaan yang dikenai Rp 1 triliun maka menurut Raden potensi Pajak Kekayaan bisa mencapai Rp50 triliun. Dan angka ini setiap tahunnya akan selalu naik seiring kenaikan kekayaan.

Baca Juga: Restitusi Pajak Korporasi Diperkirakan Berlanjut Hingga Akhir Tahun

"Dengan asumsi total potensi yang menjadi objek pajak kekayaan senilai Rp 5000 triliun," ujarnya. 

Raden menambahkan perlu dibuat Rancangan Undang-Undang Pajak Kekayaan. Presiden Prabowo adalah presiden yang tepat untuk membuat Undang-Undang Pajak Kekayaan. Hal ini karena Presiden Prabowo dan keluarga merupakan bagian dari konglomerat yang terkenal di Indonesia.

"Keluarga Prabowo sendiri nantinya akan menjadi subjek pajak dari Pajak Kekayaan," katanya.  

Pajak Kekayaan tidak dikenai untuk kekayaan kelas menengah. Pajak kekayaan harus dikenakan untuk kekayaan orang super kaya. Raden mencontohkan untuk kekayaan diatas Rp 1 triliun rupiah. Tingkatan kekayaan seperti ini hanya dimiliki oleh para konglomerat yang memiliki banyak perusahaan dimana pertumbuhan kekayaan mereka biasanya sangat cepat. 

Fungsi Pajak Kekayaan tentunya menurut Raden untuk redistribusi kekayaan. Sehingga, golongan menengah tidak terlalu iri dengan kekayaan orang super kaya. Mereka yang super kaya dikenai pajak tambahan yang tidak dikenai untuk golongan menengah.

Selain itu, biasanya para konglomerat memiliki banyak fasilitas dari pemerintah. Mereka pun selalu dekat dengan kekuasaan sehingga banyak mempengaruhi keputusan penguasa. 

"Seharusnya fasilitas seperti ini diimbangi pembayaran pajak yang lebih besar dengan Pajak Kekayaan," ucapnya.  

Baca Juga: Per Agustus, Restitusi Pajak Melonjak 52,8% Tembus Rp 216,85 Triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati