KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Seretnya penerimaan pajak dan potensi
shortfall yang melebar, mendorong pemerintah untuk membuka wacana melakukan ijon pajak di sisa akhir tahun 2025. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut memang akan ada wacana untuk melakukan ijon pajak tersebut. "Ada, tapi belum tahu berapa (besaran penarikan ijon)," ungkap Purbaya saat ditemui Kontan di Gedung Menara Kompas, Jakarta, Selasa (16/12/2025). Perlu diketahui, istilah ijon pajak merupakan praktik meminta wajib pajak menyetor kewajiban pajak tahun depan lebih awal, yakni di tahun berjalan. Taktik ijon pajak ini sebenarnya sudah pernah dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di kisaran tahun 2015-2016.
Baca Juga: Prabowo Wanti-Wanti Gubernur Bupati Tak Keluar Negeri Pakai Dana Otonomi Khusus Pada kesempatan berbeda, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual membeberkan adanya kabar dari kalangan pengusaha bahwa ada sinyal dari DJP untuk melakukan upaya ijon pajak. "Kalau pajak yang kita khawatir sebenarnya bisa saja dilakukan upaya-upaya terobosan seperti dulu ya ada ijon. Saya dengar-dengar katanya sih ada pembicaraan ke arah sana, saya dengar-dengar mereka (pengusaha) sudah dikilik-kilik soal itu karena memang agak susah nih hanya dalam waktu sebulan untuk mengejar," kata David dalam Bincang Media di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025). David menduga, sejumlah pengusaha sudah ditanyai mengenai kesediaan untuk melakukan ijon pajak. "Dari pengusaha juga. Mungkin mereka sudah tanya-tanya gitu kali ya. Menurut saya itu sudah banyak yang ngomong sih. Enggak satu dua orang sih," ungkap David saat dikonfirmasi kembali, Selasa (16/12/2025) Ia menduga sebelumnya, hal ini berpotensi dilakukan pemerintah karena target penerimaan pajak yang terlalu tinggi. Sebagai catatan, penerimaan pajak sampai 31 Oktober 2025 baru terkumpul Rp 1.459 triliun atau 70,2% dari outlook laporan semester (lapsem) 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun. Outlook tersebut juga lebih rendah dibandingkan target awal penerimaan pajak dalam APBN 2025 yang dipatok sebesar Rp 2.189,31 triliun.
Baca Juga: Pelajaran dari Bencana, Prabowo Sebut Perlu Swasembada Pangan dari Tingkat Kabupaten Sementara secara total, target penerimaan perpajakan (termasuk bea cukai) dalam APBN 2025 mencapai Rp 2.490,9 triliun, sementara yang baru terkumpul sebesar Rp 1.708,3 triliun sampai akhir Oktober 2025. Artinya ada sekitar Rp 782,6 triliun yang perlu dikejar oleh pemerintah di sisa akhir tahun ini. Menkeu Purbaya mengakui akan terjadinya
shortfall pajak yang melebar. Namun ia memastikan defisit APBN 2025 akan ditekan di bawah 3%. Dari sisi dampaknya ke sektor usaha, David menilai praktik upaya melakukan ijon pajak memiliki plus minus masing-masing. Di satu sisi penerimaan pajak akan mendekati target, atau bahkan bisa melampaui target tahun 2025, namun di sisi lain juga berisiko mengganggu basis data pajak. Ia menjelaskan secara teori, dalam menentukan target penerimaan pajak tahun depan, pemerintah biasanya akan melihat basis pajak di tahun ini, baik dari sisi nominal maupun dari sektor-sektor wajib pajak yang berpotensi tumbuh seperti misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi maupun badan. "Itu kan
clear, ada datanya ya. Kalau misalnya dilakukan praktek ini memang risikonya itu basis pajaknya jadi berubah kan. Jadi ini kan ditarik ke depan jadinya kan, penerimaan yang seharusnya tahun depan ditarik duluan ke tahun ini gitu ya," jelas David.
Baca Juga: Jelang Tutup Tahun, Kemenkeu Hitung Ulang Potensi Shortfall Pajak Ia khawatir, jika kondisi ekonomi tahun depan memburuk dari tahun 2025, potensi risiko penerimaan pajak akan menurun dari tahun ini. Sementara berdasarkan basis pajak setelah melakukan ijon tentunya akan meningkatkan penerimaan, namun akan bermasalah di perhitungan target penerimaan pajak di tahun mendatang. Adapun untuk tahun 2025, David menilai penurunan penerimaan pajak tahun berjalan disebabkan oleh melemahnya kondisi ekonomi, terlihat dari penerimaan PPN, PPh dan lainnya. Sehingga dengan demikian, sektor usaha juga dinilai akan makin berpengaruh pada cashflow dan stabilitas perusahaan jika diterapkan ijon pajak. Apalagi menurut David, tidak semua sektor usaha di tahun 2025 mencatatkan kinerja yang baik. "Tapi jadi nggak adil juga sebenarnya, ada yang kena ada yang nggak gitu kan. Jadi harus dipertimbangkan betul sih kebijakan ini gitu," ungkap David. Lebih lanjut David menyebut, praktik ijon ini juga sudah pernah dilakukan pemerintah pada tahun 2015-an. Ia juga menyebut tak ada aturan undang-undang yang melarang secara eksplisit praktik ijon pajak. "Nggak ada aturan yang mengatur setahu saya ya, nggak ada aturan larangan atau apa dari sisi peraturan perundangan sih setahu saya," pungkas David. Sementara itu Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo, Adhi Lukman, menyebut keberatan jika hal tersebut dilakukan pemerintah saat dunia usaha sedang lesu. "Kita keberatan, karena tahun ini banyak kesulitan. 2025 ini banyak ketidakpastian, sehingga dunia usaha juga masih was-was terutama performa keuangan, biaya-biaya naik, penjualan tidak terlalu bagus. Kemungkinan ini menyebabkan performa keuangan menurun, kalau disuruh ijon lagi itu akan menambah berat," ungkapnya kepada Kontan saat ditemui di Gedung Menara Kompas, Selasa (16/12/2025).
Lebih lanjut menurut Adhi, upaya ijon pajak sangat tidak tepat dilakukan saat ini, mengingat akan berdampak signifikan pada keuangan atau cashflow dunia usaha, sehingga dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi juga akan menyusut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News