KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan pada September 2019 ini menuai penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. RUU Pertanahan dinilai gagal menjawab lima krisis agraria yang terjadi di Indonesia saat ini. Kelima krisis agraria tersebut, pertama ketimpangan struktur agraria yang tajam, kedua maraknya konflik agraria struktural, ketiga kerusakan ekologis yang meluas, keempat laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian, kelima kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika perwakilan sejumlah elemen masyarakat menilai Undang-Undang terkait Pertanahan seharusnya menjadi basis bangsa dan negara untuk mewujudkan keadilan agraria.
Potensi timbulkan liberalisasi pasar tanah, sejumlah masyarakat tolak RUU Pertanahan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan pada September 2019 ini menuai penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. RUU Pertanahan dinilai gagal menjawab lima krisis agraria yang terjadi di Indonesia saat ini. Kelima krisis agraria tersebut, pertama ketimpangan struktur agraria yang tajam, kedua maraknya konflik agraria struktural, ketiga kerusakan ekologis yang meluas, keempat laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian, kelima kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika perwakilan sejumlah elemen masyarakat menilai Undang-Undang terkait Pertanahan seharusnya menjadi basis bangsa dan negara untuk mewujudkan keadilan agraria.