Poundsterling berpotensi melanjutkan pelemahan hingga akhir pekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyaknya sentimen yang tengah dinanti pelaku pasar terhadap kondisi Inggris, membuat pergerakan pasangan kurs GBP/USD berpotensi terdepresiasi pada perdagangan Jumat (13/3). Apalagi, baru-baru ini Bank Sentral Inggris (BoE) juga memangkas suku bunga acuan.

Mengutip Blooomberg, pada perdagangan Kamis (12/3) pukul 16.00 WIB GBP/USD tercatat melemah 0,28% ke level 1,2784. Analis PT Solid Gold Berjangka Sunarti mengatakan, pasangan GBP/USD masih melanjutkan pelemahannya pasca penurunan suku bunga darurat oleh BoE dan dilakukan pada Rabu kemarin, mengikuti langkah bank sentral AS Federal Reserve dan Bank Sentral Kanada (BoC).

Jelang pertemuan kebijakan yang dijadwalkan 26 Maret mendatang, BoE justru mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps menjadi 0,25%. Kali ini, BoE juga mempertahankan target pembelian surat utang pemerintah Inggris sebesar £ 435 miliar dan target obligasi swasta tidak berubah di level £ 10 miliar.


Baca Juga: Kuroda: BOJ siap bertindak untuk mendukung perekonomian Jepang

Selain itu, Negeri Ratu Elizabeth juga mengumumkan akan mengurangi countercylical buffer menjadi 0% dari sebelumnya 1%. "Kekhawatiran terhadap dampak wabah virus corona juga mendorong pelaku pasar untuk meninggalkan mata uang ini," kata Sunarti kepada Kontan.co.id, Kamis (12/3).

Di samping itu, proposal anggaran Inggris tampaknya gagal memberikan dorongan yang signifikan bagi pasangan kurs GBP/USD. Untungnya, masih ada dukungan bagi perekonomian dalam bentuk stimulus fiskal yang telah digelontorkan oleh pemerintah Inggris senilai US$ 39 miliar untuk menahan goncangan ekonomi yang mungkin terjadi di Negeri Ratu Elizabeth akibat pandemi corona.

Dana tersebut akan digunakan untuk menyelamatkan bisnis di Inggris serta untuk membiayai aksi pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Boris Johnson dalam menangani wabah corona. Stimulus ini dijanjikan akan diikuti oleh pemotongan pajak dan pinjaman bagi usaha kecil.

Baca Juga: Wall Street tumbang menunggu stimulus besar Trump

Sunarti mengatakan, saat ini Inggris merupakan satu-satunya negara asal mata uang utama yang berhasil menggolkan stimulus fiskal dan moneter secara berkesinambungan. Negara-negara lain masih menitikberatkan pelonggaran kebijakan moneter, sementara pemerintah masing-masing enggan untuk menambah anggaran belanja fiskal.

Adapun terkait pembicaraan Brexit yang dijadwalkan minggu depan, Sunarti memperkirakan akan menjadi penggerak pasar yang signifikan. "Jika kedua belah pihak melaporkan kemajuan maka poundsterling berpotensi untuk kembali menguat," ungkapnya.

Sebaliknya, jika Uni Eropa (UE) dan Inggris bersitegang dengan tuntutannya masing-masing, maka poundsterling akan jatuh. Selain itu, tidak adanya data kalender ekonomi Inggris pada Jumat membuat investor akan memperhatikan rilis data Consumer Sentiment Index AS dari University of Michigan yang diperkirakan akan menunjukkan penurunan yang moderat. Jika para pembelanja takut akan virus corona, angkanya bisa jatuh dan membebani dolar AS sehingga poundsterling berpotensi untuk menguat.

Baca Juga: Data ekonomi Inggris bantu penguatan poundsterling terhadap EUR

Secara analisa teknikal, Sunarti mengungkapkan pasangan GBP/USD dalam time frame daily masih berkonsolidasi antara area Fibonacci 38,2% (1.2916) dan 50% (1.2734). Adapun untuk indikator MACD berada di bawah 0 dengan histogram yang menyempit.

Sementara itu, indikator Relative Strengh Index (RSI) berada di area +42,42 menunjukkan trend bearish jangka pendek. Dengan begitu, secara umum pasangan GBP/USD berpotensi untuk terdepresiasi menguji level 1.2750.

Baca Juga: IHSG anjlok 5,01% ke level terendah sejak Juni 2016

Untuk perdagangan Jumat (13/3) dia merekomendasikan trading sell pasangan mata uang GBP/USD selama harga melemah di bawah level 1,2900 dengan level support harian antara 1,2768–1,2745 dan resistance harian antara 1,2862–1,2916.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati